Minggu lalu, saya membaca sembari sedia google translate di tangan, pikir saya untuk mengartikan kata2 yang belum saya tahu, lalu bisa saya simpan di phrasebook, jadi bisa dibaca ulang sewaktu waktu. Tapi mungkin hal ini bodoh sekali bagi sebagian orang, termasuk dirinya, saat tahu ia malah tertawa terbahak-bahak. Katanya saya bodoh. Mungkin dia saking pintarnya lupa kalau kata-kata yang dia ucapkan dapat terekam jelas di otak dan membuat kapok di kemudian hari. Lalu kita berbincang bincang sementara respect saya sudah hilang entah kemana. Saya tidak membencinya karena hal ini, hal ini terlalu remeh untuk membuat saya menyimpan hal negatif dalam hati. Tapi ampuh sih membuat saya tidak berminat berbincang-bincang dengannya kalau tidak penting-penting amat.
Kemarin saat training tentang komunikasi, jadi ingat saya tentang salah satu kebutuhan manusia terhadap manusia lainnya : kebutuhan menjaga harga diri. Maksudnya saat berkomunikasi dengan orang lain, tetaplah berusaha menjaga harga dirinya sekalipun dia salah, dengan tidak mencela dan menjatuhkannya, karna apabila kebutuhan yang satu ini tidak terpenuhi, jangan harap pesan yang sebenarnya ingin kita sampaikan dapat diterima dengan baik olehnya.
yah kita bisa saja dikecewakan oleh siapa saja, tapi ingat satu kalimat yang selalu saya ulang ketika menghadapi hal yang menyebalkan :
"Anda tidak cukup penting untuk membuat saya marah dan berlaku kasar".
terima kasih.
hai sinting,
berapa kepik yang sudah kamu telan?
pantas wajahmu bersinar dari dalam
euphoria apa yang menyerap di setiap pori porimu itu?
kamu gempita seperti cahaya di diskotik murahan.
halo waras,
kata kata berlarian di matamu
berjejalan di sisi sisi saraf otakmu
kamu kunyah kertas yang telah ditulisi
harapan
ha ha.
hai sinting,
ketimbang bermimpi untuk terbang, tak kesampaian
lalu bernafaskan Mary Jane,
mari kuajarkan meramu mimpi tanpa efek intoksikasi
gumpalan di kepala itu ada fungsinya
halo waras,
ketimbang tersandung-sandung logikamu..
hai sinting,
halo waras,
aku belum selesai!
hai sinting,
berapa hari yang masih kamu miliki?
perlu banyak jam menyadarkan si bebal begini
coba kamu tanya pada cimengmu itu
hai waras,
Marijuana tidak memberitahuku perihal itu
kamu mulai sinting!
adakah tempat yang sangat ingin ditinggali sekaligus ditinggalkan?
aroma cat minyak masih kentara benar
tidak semua duka harus sebegitu tercium
ibu menempelkan tawa pada dinding yang mulai retak
tawa menyelinap, menyusup ke rumah tetangga.
ayah menanami kebun pada hati masing masing penghuni
bunga palsu yang dibelinya di ujung jalan
menancap, bertumbuh, menikam.
lebih indah layu ketimbang palsu.
kakak lupa pulang
adik ingat kalau kakaknya pura pura lupa
ia pun pura pura ingat untuk lupa
adakah tempat yang ingin ditinggali sekaligus di tinggalkan?
adik tidak lupa jawabannya
masih sama seperti kemarin dan kemarin
Rumah.
*setengah merem*
"kenapa seringkali orang menyebut ibu/ orang tersayangnya dengan sebutan malaikat?
padahal Ibunya adalah seorang manusia dan bukankah manusia adalah mahluk ciptaan Allah yang paling sempurna?. Selain itu panutan kita pun seorang manusia, bukan malaikat, itu artinya derajat manusia pun lebih tinggi dari malaikat. kenapa juga malaikat seringkali dijadikan simbol kebaikan, kehebatan dan semacamnya. Bukankah wajar jika mahluk tanpa nafsu berbuat kebaikan, lain halnya dengan manusia, dengan banyak godaan dan nafsu sana sini, super sekali kalau tetap selalu baik dan hebat."
*pikiran (sok tau) pribadi yang tiba tiba saja terlintas*
#1
sudah kamu tanam mimpimu di tanah gembursekalipun ia subur tumbuh tinggi
tetap saja tidak sampai ke langit
lalu kamu mendongkak hingga pegal
mimpimu sedang kamu injak tapi tak sadar
kamu tunjuk bintang dengan sok tahu
lalu mengaku perihal ini itu
ah, sudahlah.
#2
kupinjamkan bibitku yang paling manjur
kusiramkan jiwaku selautan
siapa bilang tidak melangit
saksikan, kutembuskan sampai angkasa
sampaikan pada logikamu
Tuhanku bisa segala!
ah, Bangunlah!
bintangku merajuk
baiklah,kujelaskan padanya :
selimut terlalu mahal
pun belum menemukan yang terbuang majikannya
maka koran koran sisa solat ied pagi tadi
ia susun rapih
di atas tubuhnya yang berembun
tapi tetap saja 16 derajat
maka ia tempelkan lututnya hingga keperut
lalu ia pegang erat erat
padahal tidak mungkin terbang
bintangku merajuk
tak mau tampil malam ini
tak mau melihat apa apa yang kulihat
di pelataran alfa mart malam ini.
aku tidak tahu ada apa selain kenangan
yang mengalir melalui pelipismu perlahan
mungkin karena mataharimu tinggal sejengkal
dan bulanmu belum juga datang
padahal bulanmu telah dulu pergi
ia kepak cinta cinta di dalam ransel tua
yang pengaitnya telah lepas
tak heran jika cintanya berjatuhan
satu.
dua.
sampai habis di jalanan
padahal jalan ini telah menyaksikan apa saja
sebuah drama yang membuat siapa saja mual
sepasang aktor yang dibayar murahan
jalanan ini telah menyaksikan kita dengan sabar
ha. kita saja tidak lagi sabar
aku tidak tahu ada apa selain malam ini
selain malam kemarin
selain kenangan
selain jalanan
padahal asap kotor yang keluar dari mulutmu dan masuk kedalam paru paruku
telah menceritakan segalanya.
sabtu lalu kami hanya berniat bermain disana,
ada sesuatu yang menarik perhatian bapak,
berempat, kesanalah kami.
manis. ah tidak juga, kakiku tak jarang menyentuh debu,
siku adik kecilku pun sama.
lalu tiba tiba saja, kami terguyur
ah benar kata ibu yang mewanti wanti kami sejak pertama bapak mengajak pergi
PEGANG ERAT - ERAT!!
aku menjerit saat adiku sudah tergelincir, terbawa air
malang benar nasibnya, ia tidak bisa berenang
dari atas aku melihatnya kepayahan
ibu cepat cepat menolongnya
meski sia sia saja
ibu malah terhanyut pada guyuran kedua.
bersatu dengan mayat adik
ah. apa lagi itu
bapak sudah jauh dari kami, Ia berlari menyelamatkan dirinya sendiri
atau mungkin meminta bantuan, entahlah
aku limbung, tempatku berpijak bergoyang
lalu aku melihatnya
pada matanya terefleksi diriku.
ah. sial!!
"Sial ada semut!"
lalu aku meluncur di kamar mandi.
"jarang dicuci sih".
kenalkan, kami keluarga hujan
kami benturi jalanan, melunakan tanah dan membuat kesal
adikku yang pertama, gerimis disebut orang
dia pesakitan,
hanya bertahan sebentar lalu menguap ke sungai-sungai.
kakakku yang pertama
dia jagoan
berkelakar dengan halilintar, gemar membuat jeritan
langit dibuatnya gelap
orang orang meringkuk di bawah ranjang.
lalu inilah aku,
ibuku bilang aku anak orang
atau hasil selingkuhan bapak yang dibawa pulang
aku tidak bisa membasahi apa-apa
tidak berbunyi gemericik
tidak juga bisa menari di kerikil kerikil
tidak ada yang takut padaku
tidak pandai juga membuat orang sebal
akulah anak gagal
kepandaianku melingkar setengah-setengah
diperhatikan banyak orang
ah. benar benar memalukan.
akulah akhir saudara saudaraku
dibenci mereka setengah mati
iyah, memang benar kata awan
aku hasil selingkuhan bapak dengan matahari
orang sebut aku, pelangi.
*pelangi di teras kosan*
hujan deras seperti suara radio pada frekuensi tengah
tapi membuat tenang.
dia memeluk kaki telanjang dalam selimut
dia meniup pori-pori buka tutup
dia merembes kulit ari
dia menemani
suaramu sayang, seperti hujan deras
bising sampai aku gagal menyaring huruf-hurufnya
tinggal ampasnya yang kering
dan menyakitkan
kamu memeluk sayang, seperti hujan
aku ini sayang, mati kedinginan.
anak kecil itu dihukum hujan
satu. dua. tiga. empat
tiap tetesnya merajami punggung mungilnya
tidak terlapisi sehelai apapun
satu. dua. tiga. empat
tetesnya menyatu bersama memar dan nanah sisa dampratan semalam
kemarin malam
kemarinnya lagi
setiap malam.
recehnya kurang untuk menyumpal mulut bang jak
preman jalan kekurangan topi miring
satu. dua. tiga. empat
jemarinya, kepalanya, tremor serempak
dalam tetes tetes hujan
ia hitungi pelan pelan
satu. dua. tiga. empat
sampai hangat menyergapnya selamanya.
at least I've tried , to make your smile wider than before.
di sebuah pasar malam, anak kecil itu masih saja menangis.
katanya badutnya tidak lucu
badut itu lupa memakai riasnya,
wajahnya menyeramkan, anak kecil terus menangis
di atas biang lala, badut itu menangis
ada gulali yang melekat di rambut palsunya
ada luka yang tertinggal di hatinya
dari jauh, kamu memperhatikanku
selalu begitu
bukan tentang rindu yang katanya kamu simpan sampai aku pulang
sampai ku basuh kuat kuat cat minyak di wajah yang susah hilang
lalu kamu berpamitan
tanpa berniat menggunakan bahasa
tanpa berniat menggunakan lambaian
kamu berpamitan seiring matamu yang tidak bertemu aku
kamu berpamitan setelah tawamu yang tidak lagi perlu aku.
di atas biang lala,
aku melihatmu menghilang.
Subscribe to:
Posts
(
Atom
)