Novel Entrok memiliki atmosfer
yang tidak jauh berbeda dengan novel
Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Tapi kadangkala tokoh Marni
juga mengingatkan saya dengan tokoh Nyai
Ontosoroh pada buku Pram. Isu
tentara versus PKI melatari sebagaian besar cerita. Seperti pada semua novelnya, Okky Madasari selalu
memberi ketegangan yang tidak pernah habis. Ketegangan bahkan sudah dibangun
sejak halaman pertama. Epilog di awal novel sudah memberitahu bahwa kisah-kisah seperti ini bukan persoalan happy ending atau tidak, persis seperti
Ronggeng Dukuh Paruk.
Tapi Entrok bukan hanya tentang
wanita yang tengah berjuang pada era 70an. Entrok adalah cerita tentang cinta
dan perjuangan seorang ibu untuk anak perempuannya. Tentang Rahayu yang
membenci ibunya.
Aku membenci Ibu. Dia orang berdosa.
Tentang berbagai tirakat ibu untuk
anaknya yang membuat dirinya justru dilabeli musyrik, seorang pendosa.
Ealah…Nduk, Sekolah kok malah membuatmu tidak menjadi manusia. (Hal
125)