In Memories

Perjalanan Dadakan Menuju Pulau Ora, Maluku Tengah


Satu hari berkhayal-khayal, siapa sangka selang beberapa hari menjadi kenyataan. Hari Sabtu malam tiba-tiba seorang teman, sebut saja H menawarkan perjalanan yang tanpa pikir panjang saya iyakan bahkan tanpa tahu tujuannya (impulsive sejati hehe). Beberapa tempat sempat disebutkan, NTT, NTB, Maluku, Sulawesi dsb. Long story short, saya dijadwalkan pergi ke Maluku Tengah bersama seorang teman, sebut saja A.  Kami baru tahu destinasi, malam sebelum keberangkatan, alhasil kami berangkat hanya membawa misi dinas semata. Tapi selama perjalanan menuju bandara kami sibuk membicarakan itenary dadakan, pantai Ora salah satu destinasi yang ingin saya paksakan menyelip dalam itenary.

Kami berangkat pukul 10.00 WIB dari Jakarta dan kira-kira tiba di Bandara Patimura, Ambon pukul 17.00 WITA. Dari Bandara, kami menuju Kota Ambon menggunakan bis Damri. Kira-kira 1-1.5 jam kemudian kami tiba di penginapan. Keesokan paginya,  kami harus segera menuju Masohi  sebagai misi utama. Menuju Masohi artinya pergi ke pelabuhan Tulehu, naik kapal cepat (2-2.5 jam), tiba di pelabuhan Amahai, Masohi. Untungnya lokasi misi utama kami searah dengan cara menuju Pantai Ora. *yeah!* Setelah beres urusan, kami menuju terminal untuk mencari tahu cara ke Ora (namanya juga bolang dadakan). Sebagai informasi meskipun Masohi adalah kota yang kecil dan begitu sepi namun ternyata Masohi adalah kota terbesar & kabupaten tertua di Maluku.

Di Terminal Binaya Masohi, kami bertemu Bang Sulaiman, seorang supir mobil pangkalan yang kemudian mengantarkan kami menuju Ora. Untuk tiba di pantai Ora, kami harus menuju Saka menggunakan mobil sekitar 100 KM perjalanan (-+2 jam) kemudian melanjutkan perjalanan menggunakan ketingting atau speed boat selama 15-20 menit. Bang Sulaiman menawarkan tarif Rp. 700.000 (pp Rp. 1.4jt) hingga ke Saka. Sementara biaya penyewaan ketingting sebesar Rp. 250.000 (atau Rp.500 ribu, pp, dijemput keesokan harinya).

Sepanjang jalan menuju Saka, kami disuguhi hutan lindung yang masih asri, walaupun ada beberapa bagian yang ikut terkena kebakaran hutan beberapa tempo lalu. Jalur yang kami lalui berisisian dengan jurang yang tertutup pohon-pohon tinggi, sementara kondisi jalanan meliuk-liuk, jadi harus ekstra hati-hati. Meskipun begitu kondisi jalanan sudah terbilang bagus karena telah dilapisi aspal. Selain itu sejak tiba hingga meninggalkan Maluku, perjalanan dengan moda transportasi apapun pasti diiringi lagu-lagu khas Maluku yang bernuansa cinta. Dan menurut penuturan Bang Sulaiman (diamiini oleh pengalaman kami setelahnya) penduduk Maluku adalah orang-orang yang baik hatinya, walau kadang seram tampangnya hehe.

Pantai Ora adalah pantai yang sangat indah. Beragam spesies laut dapat terlihat jelas dari permukaan airnya yang begitu jernih. Pelayanan yang diberikan dari tempat menginap pun cukup memuaskan meskipun sempat kecewa karena sudah berharap dapat makan ikan bakar segar tapi tidak kesampaian. Tempat makan berada di tengah laut jadi siap-siap saja betah berlama-lama mengunyah sambil menikmati pemandangan gunung dan laut  yang begitu indah. Meskipun begitu, Bang Sulaiman & Beberapa orang di pulau Ora justru menawarkan pantai lain yang (katanya) lebih indah dan jauh lebih murah dari pantai Ora. Bang Sulaiman sempat menyebutkan Pulau 7 (7 pulau yang berdekatan). Barangkali bisa menjadi referensi destinasi di lain kesempatan. Atau  walau perjalananan terbilang melelahkan namun jika dapat kesempatan ke Pantai Ora sekali lagi pun saya tidak akan segan-segan menerima, hehe.
karena begitu jernih, apapun dapat terlihat dari bahkan dari atas air


penginapan gantung di laut



Kami berkemas pulang pada keesokan harinya dan berniat bermalam di Masohi untuk mengejar kapal pagi keesokan harinya. Sayangnya (atau untungnya) kami benar-benar lupa kalau saat itu hari minggu dan jadwal kapal berbeda pada hari minggu. Rencana menaiki kapal pukul 08.00 gagal sudah padahal kami perlu mengejar penerbangan pulang. Kami segera mencari transportasi alternatif dibantu pemilik penginapan. Kami harus menuju Lastetu menggunakan angkot dan speed boat hingga pelabuhan Tulehu. Bapak pemilik (saya lupa menanyakan namanya, di penginapan Lulu, Masohi) bahkan mencarikan angkutan yang khusus ke Lastetu dan menitipkan kami pada pak supir. Salah satu penumpang di angkot turut membantu dengan memesankan speed boat agar kami tidak diberi tarif yang mahal. Sungguh terasa sekali bersihnya hati penduduk Masohi. Perjalanan menuju Lastetu sekitar 3 jam dengan ongkos Rp. 90.000/org, melewati pulau Haruku. Sementara Speed boat kami membayar Rp. 300.000 satu kali perjalanan. Sampai di Lastetu, saya justru merasa sangat beruntung telah salah mengira jadwal kapal, karena di laut Lastetu yang terhampar berwarna biru, saya dapat melihat kawanan lumba-lumba yang timbul tenggelam. Menenangkan sekali. Sampai di Tulehu kami menuju Bandara menggunakan ojek yang dicarikan oleh bapak pengemudi speed boat.

          Maluku, sungguh sangat layak dijadikan destinasi liburan sebagai kepualauan yang menyimpan banyak sekali keindahan & ketenangan (dibalik musik lawas nan galaunya yang ada dimana-mana hehe). Sebagai tambahan,  pergi ke suatu tempat, tidak melulu soal tujuan, bahkan sejak memulai perjalanan kita sudah dapat menikmati apapun yang kita lalui. Untuk itu penting sekali memilih teman perjalanan yang baik (kecuali ingin solo travelling). Karena bersama teman yang menyenangkan, perjalanan yang melelahkan tetap akan terkenang sebagai hal yang mengesankan. 

Selamat menyambut akhir tahun, selamat bersiap liburaaaan^^


0 comments:

Post a Comment

What do you think?