In Memories

Perbedaan; Mari Keluar dari Kotak!


Mengharapkan bahkan meminta orang lain untuk menerima perbedaan terlihat sederhana dan mudah. Nyatanya, untuk memahami perbedaan, saya sendiri merasa sulit setengah mati, apalagi bisa menerima. Untungnya, tak sedikit teman yang memiliki pandangan berbeda dengan saya, alhasil saya bisa melatih diri untuk (paling tidak) mencoba memahami bahwa perbedaan memperluas jangkauan pandang yang saya punya.

Kemarin sore, saya bilang pada T, bahwa saya tidak habis pikir pada teman saya yang bernama K. Bagi saya (saat itu) K yang selalu mencoba melihat sisi baik orang lain justru menjadi sangat naif. Upaya K untuk mencoba memahami alasan seseorang melakukan suatu hal tentu saja baik, tapi jika semua perilaku (bahkan yang menyakitinya) dimaklumi, saya pikir K justru tak menghargai dirinya sendiri. She deserves better. Tapi, T justru merasa K telah melakukan hal yang benar. Menurut T, pasti ada alasan yang tak sederhana di balik tindakan seseorang. Saya kesal karena tak mendapat persetujuan. Saya merasa T sama naifnya dengan K, tapi di sisi lain, saya merasa saya yang kelewat pelit memberi orang lain kesempatan. Tapi saat itu, saya gengsi mengakuinya, jadi saya bilang saja pada T, baik boleh, tapi jangan naif, kalau kita sibuk memaklumi tindakan orang lain, kita mengabaikan diri kita sendiri!  Saat itu, saya sadar saya mulai terdengar egois dan sedikit keras kepala.

Ngomong-ngomong soal perbedaan, saya dan T begitu berbeda dalam mengekspresikan perasaan kami. Maka tak heran jika sering terjadi kesalahpahaman. Hal yang saya anggap penting, bisa sepele di matanya begitu pula sebaliknya. Saya tak suka ketika T mulai mengganggap sikapnya lumrah saja sebagai seorang introvert. Saya tak suka saat dia mulai mengkotak-kotakan kami seperti itu. Karena jika sudah begitu, kami berada di kotak yang berbeda. Saya tidak suka perbedaan. Karena dalam perbedaan, perlu kerelaan hati saya untuk memahami, sementara saya yang egois ini merasa lebih urgent untuk dipahami.

Tapi, ternyata keengganan saya memahami dan menerima perbedaan, bukan tak berdampak.

Saya merasa tinggal di dalam sebuah kotak. Kotak dengan kebenaran mutlak milik saya. Di dalam kotak itu, terjadi seleksi yang tak disadari. Aturannya hanya satu, yang berbeda dengan saya tidak bisa ikut masuk. Semula, saya merasa aman-aman saja, sampai akhirnya saya menyadari, ternyata saya sendirian. 

Bahwa saya dan T atau saya dengan siapa pun berbeda, adalah hal yang tidak bisa saya pungkiri. Perbedaan ini berakar dari latar belakang, cara didik orang tua,  pengalaman-pengalaman hingga segala permasalahan yang membentuk kami sekarang, bahkan perbedaan genetik sekalipun. Maka, menghindari terjadinya perbedaan tentu saja percuma. Perbedaan mungkin adalah notasi plus yang memperkaya cara pikir saya. Dan jika saya belum bisa menerima seluruh perbedaan yang saya temui, paling tidak saya harusnya tak buru-buru menghakimi apalagi memberi label negatif dan merasa diri lebih baik.

Saya merasa beruntung tak setiap perkataan saya diamini teman-teman saya. Saya jadi menyadari PR besar  yang harus saya selesaikan, untuk mencoba memahami, memaklumi bahkan menerima perbedaan di sekitar saya. Semoga kacamata saya bisa lebih jernih kali ini.


Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

In Memories

Hi Budi!

"Gw mau nikah tahun depan sama Tata"
"Yakin banget lo bakalan nikah tahun depan"
"Satu-satunya yang bikin kita batal nikah itu cuma maut, kalau gak gw yang mati, yah cewek gw."


Budi berpulang dini hari ini, sebabnya belum jelas sampai di telinga kami, para temannya. Seminggu yang lalu, Budi yang sempat diam-diam sakit tak menceritakan apapun. 

"Bud, kasihan tahu kak Kinan"
"Lebih kasihan cewek gw lah!" tolak Budi, saat diminta menggandeng tangan Kinan, sekalipun bercanda.

Saat itu saya baru mengenalnya beberapa hari, sebagai sama-sama mahasiswa baru. Pakaiannya yang rapi membuat saya sempat mengira usianya jauh di atas saya. Saya bahkan sempat memanggilnya 'Pak'. Barulah kemudian saya tahu, usianya justru di bawah saya satu atau dua tahun. Budi adalah salah satu teman yang cerdas, yang bisa menangkis omongan orang lain dengan kritis. Sekalipun dalam candaan, pemikirannya seringkali berhasil membuat saya terkagum-kagum. Budi yang nyebelin karena sering berhasil membuat kita 'kalah' dalam berargumentasi. 

Budi, adalah sedikit dari teman laki-laki yang sangat menghargai perempuan. Dia tahu bagaimana membuat perempuan lain merasa iri pada kekasihnya. Bukan karena gaya romantis yang sepertinya tak Budi miliki, tapi kemampuannya berdiskusi dengan cerdas, menjaga perasaan pasangan walau berjauhan, cukup membuat saya menyimpan hormat padanya. Saya tahu, Budi tak seperti laki-laki kebanyakan. Dan pacarnya pastilah orang yang beruntung.

"Kak lo tuh udah umur 25 tahun, inget kak lo tuh cewek." 

Nyebelin yah? Iyah, walau 'kemasannya' terkesan nyebelin, tapi kami semua tahu, itulah wujud kepedulian Budi. Budi yang selalu mengingatkan teman-temannya untuk menikah, dan menjodoh-jodohkan temannya yang belum memiliki pasangan. Budi yang menghibur dengan 'memaksa' kita menerima dan menghadapi kenyataan.

"Kak udahlah, dia tuh udah mau nikah." Dan berinisiatif membelikan eskrim agar temannya tak sempat bersedih.

Adalah rasa beruntung yang kini paling saya rasakan, karena telah mengenalmu, Bud. Saya pasti rindu, sekali, berkumpul lengkap satu tim seperti semula. Tapi jika tuhan lebih menginginkanmu, tetaplah berbahagialah Budi. Bahagialah di sana..

Budi yang baik, kami menyayangimu selalu.



Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

In Thought

[REVIEW] Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan



Setelah selalu gagal mendapatkan edisi pertama buku ini, saya akhirnya pasrah membeli novel ini dengan cover yang tidak saya sukai. Tidak ada yang salah sih dengan cover yang baru tapi menurut saya cover ini cukup seram untuk membuat saya memandanginya lama-lama. Sekian tentang cover.

Well, dari judulnya, semula saya pikir buku ini akan berkisah tentang gadis-gadis cantik bernasib malang, korban iri hati wanita lain atau libido para lelaki. Hahhaha. Lagi-lagi atas nama besar Eka Kurniawan dan sejumlah penghargaan pada buku ini saya tetap bertekad membacanya (walau telat banget yah hehe).

Secara singkat, cantik itu luka adalah kisah seorang pelacur yang memiliki anak-anak cantik namun bernasip pahit, sehingga ia pikir jika pada saatnya harus memiliki anak lagi, maka anak yang buruk rupalah yang terbaik. Tapi tentu saja bukan itu intinya.

Dewi Ayu menoleh dan menjawab, "Telah bertahun-tahun aku tak lagi percaya doa."
"Tergantung pada siapa kau berdoa," Rosinah tersenyum. "Beberapa tuhan memang terbukti pelit." (Hal 16)

Lalu tuhan -entah tuhan yang mana- mengabulkan doanya.

Bukan Eka namanya kalau tidak suka bermain-main dengan alur cerita. Juga seperti pada semua novelnya, ada banyak cinta yang membuat orang waras menjadi tak waras dan begitu pula sebaliknya.

"Kau bisa mencintaiku," kata Dewi Ayu lagi. "Tapi kau jangan berharap terlalu banyak dariku, sebab itu tak ada hubungannya dengan cinta," 
Bagaimana mungkin aku mencintai seseorang yang tak mencintaiku?"
"Kau harus belajar, Preman."  (Hal 127)


Mungkin jika melihat buku Eka yang lain berjudul "seperti dendam rindu harus dibayar tuntas" Novel Cantik Itu Luka bisa menjadi kebalikannya: Seperti rindu, dendam harus dibayar tuntas. Karena kisah ini dibungkus oleh rasa dendam raksasa yang mendadak 'menjadi sutradara' bagi para karakternya. 

Berlatar pada zaman penjajahan sejak kolonial Jepang puluhan tahun silam hingga kemerdekaan berhasil diraih, maka tak heran jika ada tokoh yang merupakan seorang kamerad, dan seperti kisah kelam sejarah anggota PKI di Indonesia, kisah para anggota PKI kalau tidak mendebarkan yah mengenaskan.


"Selamat siang. Aku bertanya-tanya kenapa kau tidak mati dieksekusi," kata Dewi ayu
"Sebab mereka tahu kematian terlalu menyenangkan untukku." (Hal 341)


"Begitu orang-orang komunis," kata Sang Shondancho. "Orang-orang malang yang tak tahu bahwa dunia telah ditakdirkan menjadi tempat sebusuk-busuknya. Itulah satu-satunya alasan kenapa Tuhan menjanjikan sorga sebagai penghibur manusia-manusia yang malang." (Hal 264)

Dewi Ayu sebagai tokoh sentral sempat mengingatkan saya pada Nyai Ontosoroh yang sama-sama memiliki karakter dan kepribadian yang kuat.  Tapi hanya sebatas itu saja. Selain itu sepertinya Eka menikmati sekali membuat pembacanya "malas" membayangkan beberapa bagian kisah, salah satunya adegan kematian yang terlalu nahas.

By the way, buku ini seram karena banyak hantunya. sekian.


Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

In Poems

lepas


terulur tertarik
terbang lalu terseret di aspal atau tersangkut di ranting pohon
angin menerbangkanmu tapi tanganku menggulung benang dengan cekatan
membuatmu merangsek tak bernyali
nanti kalau cintaku telah utuh
kulepaskan kamu
lepas
lepas
nanti kalau cintaku telah utuh
takkan kubiarkan kau jatuh
belajarlah terbang karena aku akan melatih diri untuk melepas.

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

In Fiction

Di antara



"Kau cantik hari ini, dan aku suka."

Walau kutahu ia mungkin hanya sedang mengutip lirik lagu lama, tetap saja pesan singkatnya itu membuatku gagal menahan senyum. Wanita yang duduk di sampingku terlihat tak peduli walau sempat kupergoki matanya ikut melirik pada layar smartphone-ku. 

Kau cantik hari ini, dan aku suka. 

Baju kamu hari ini, rok kamu, bagus, aku suka lihatnya.

Laki-laki itu hanya menyukai perempuan dengan dua kriteria: cerdas dan manis. Aku tentu saja belum sampai pada standar cerdas miliknya. Tapi barangkali rok yang kukenakan bisa membuatku terlihat manis, paling tidak di matanya, paling tidak pada sekian menit kita bersama tadi. Tiba-tiba aku merasa perlu menambah koleksi rok.

* * *

Lalu hari itu, sengaja kukenakan rok panjang saat menemuinya. Sekalipun aku tahu, saat itu bisa saja kali terakhir kita bertemu. Walau terdengar agak konyol, aku ingin kesan manis tetap melekat di benaknya tiap kali aku terlintas dipikirannya. 

"Kelak kalau kamu jadi istri, pasti jadi istri yang baik."

Kalau kamu jadi suami, pasti jadi suami yang baik. Balasku dalam hati. 

"Nanti saat jadi suami, kamu pasti jadi suami yang paling merepotkan." 

Tanganku menerima kotak makan yang telah kosong dari tangannya. Pujiannya barusan, pasti efek perutnya yang telah kenyang karena nasi goreng yang kusiapkan pagi tadi telah berpindah ke dalam lambungnya.

"Sial, kasian dong istri aku nanti." ah, sial! Malah nyerempet ke sana.
"Kudoakan deh semoga istrimu diberikan kesabaran yang luar biasa." 

Selanjutnya, tak ada yang penting dari perbincangan kami. Tak ada yang bisa kusimpan sebagai kenang-kenangan setelah mulutku gatal membicarakan calon istrinya. Perempuan cerdas yang usianya terpaut jauh darinya itu pastilah sangat manis. 

Setelah berpamitan dan melambaikan tangan, motornya tenggelam di antara puluhan kendaraan lain di jalanan. Aku berjalan sambil mengangkat rok tinggi-tinggi agar tidak terkena kubangan air di lubang-lubang jalan trotoar.  Sambil bernyanyi-nyanyi kecil, kusalip seorang bapak yang mendorong gerobak bakso yang telah kosong. Saat ini aku hanya ingin sekali segera tiba di rumah.  Kamu pasti telah lama menunggu di teras sambil memukul-mukul kaki yang dikerubungi nyamuk. 





Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

In Memories

Melarikan Kesedihan



Beberapa hari yang lalu nenek saya meninggal. Saya tidak tahu mengapa, tapi sampai detik ini saya tidak juga menangisinya. Saya sayang sekali dengan beliau, tentu saja. Hanya saja kematiannya yang begitu mendadak, membuat saya menyangsikan kabar tersebut bahkan hingga sekarang. Saya juga tidak menghadiri pemakamannya untuk tidak membuat kabar tersebut makin terasa nyata. Saya takut kalau ternyata memang nyata. Dan sayangnya memang itulah kenyataannya. Tapi tetap saja, saya menjarak dengan perasaan duka seolah-olah sedang terjadi pada orang lain, bukan saya. Saya sedang tidak ingin berduka. Yah, memang tidak ada yang ingin berduka, kapanpun waktunya.

Kematian itu menyeramkan, tapi ditinggalkan itu tidak tertahankan.

dan saya memilih menghidari kesedihan macam itu. Kesedihan yang membuat saya tidak tahu harus berbuat apa.

08-07-2016 

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

In Memories

Laki-laki yang suka sekali duduk di depan danau UI

Saya bertemu dengannya kira-kira setahun yang lalu. People say, opposite attracts but science proves similarity attracts more. Walau berbeda pada hal-hal superfisial, kami memiliki sejumlah kesamaan yang sempat membuat kami terheran-heran pada awal pertemuan. 

Melihatnya membuat saya merasa sedang bercermin.  Ketakutan saya ada di dalam matanya juga. Optimisme naif saya ada di dalam tawanya juga. Saya merasa dekat sekaligus asing. Dia menampakkan luka yang saya sembunyikan. Dia membuat kelemahan yang saya miliki menjadi begitu nyata. Menghadapi diri sendiri secara jujur begini, kadang menguras energi juga.

Saya jadi tahu ternyata sulit juga menghadapi diri saya di dalam dirinya. Tanpa sadar, tak jarang saya menyerangnya atas sifat-sifat yang juga saya miliki (sekaligus membencinya). 

Sampai pada satu titik saya menyadari, menerima kehadirannya justru membuat saya belajar menerima diri saya sendiri. Bersamanya membuat saya belajar bahwa mengakui diri kita tidak sempurna ternyata melegakan. Tidak apa-apa kok, tidak apa-apa.

Tapi, tidak berhenti sampai di sana. "Melihat" diri saya dalam diri orang lain, membuat saya bisa menilai dengan lebih adil. Segala cela yang semula ingin saya maklumi mulai menuntut dibenahi. Tidak apa-apa tidak sempurna, tapi membiarkan yang buruk begitu saja hanya akan membuat jengah. Mengetahui (dan mengakui) kelemahan yang saya miliki mungkin kunci utama sekaligus hanya sebagai tahap awal. Setelahnya, banyak pr yang harus dikerjakan. Saya tidak ingin melihat kelemahan saya lagi dimatanya. 

Mengenalnya barangkali keberuntungan tersendiri bagi saya. 



Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

In Memories

Ibu yang Gemar Bercerita

Jika kamu bertemu seorang ibu  yang tidak berhenti bercerita, dengarkanlah.
Jangan dulu memasang earphones atau pura-pura tidur. 
Jangan dulu merasa kesal dan terganggu. 

Mungkin dia akan bercerita tentang tempat yang sedang ia tuju atau dari mana ia berasal. Mungkin dia akan menyebutkan satu persatu nama anaknya. Tentang si sulung  yang bekerja di pemerintahan dan si bungsu yang selalu juara kelas. Dengan bangga ia sebutkan karakter anak-anak hasil didikannya.  Pencapaian, percintaan, pengalaman, ia ingin kamu tahu anak-anaknya telah berhasil. Dia telah berhasil. Atau jika ibu itu terlihat lelah dan mengatakan bahwa kelima anaknya pecandu yang harus direhabilitasi, dengarkanlah. Uangnya tidak cukup memasukan semua anaknya ke pusat rehab, hingga amukan anaknya saat sedang tidak sadar, ia telan seorang diri. Barangkali suaminya pergi. Barangkali suaminya juga tidak tahu harus berbuat apa. Semua cerita itu, dengarkanlah. Sebosan apapun kedengarannya. Jika malas menanggapi, kamu cukup tersenyum dan mengangguk tiap dia memberi jeda. Setelah itu biarkan ia kembali bercerita. Karena barangkali tidak ada yang mendengarkannya di rumah dan semuanya terlalu berat ia pikul sendiri. Amarah, euforia, kesedihan telah lama mengendap di dalam kepalanya, menjelma milyaran kata yang saling mendesak ditumpahkan. Menjadi seorang ibu seperti menjadi wonder woman. Hatinya yang lapang dipenuhi berbagai rasa yang belum tentu bisa ditampakkan dengan mudah. Jika seorang ibu bercerita padamu mengenai apa saja, dengarkanlah. Barangkali setelahnya kalian akan saling melupa, tapi kamu telah membantu membuatnya sedikit lega. 

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

In Memories

An Experiment in Gratitude | The Science of Happiness





Spread love, express your feeling, your gratitude and become happier than before.


Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

In Thought

[REVIEW] Tersesat Bersama Kafka dan Murakami


Kafka on The Shore by Haruki Murakami

Kafka Tamura, anak laki-laki yang kabur dari rumah dan berharap dapat bertemu dengan ibu dan kakak yang meninggalkannya ketika kecil. Sementara dalam dunia paralel, Nakata, pria tua yang bisa berbicara dengan kucing setelah kehilangan sebagian besar memorinya. Keduanya melakukan perjalanan tanpa tahu harus kemana dan melakukan apa. 

“I Know. You’ve never killed anyone, and don’t want to. But listen to me- there are times in life when those kinds of excuses don’t cut it anymore. Situation when nobody cares whether you’re suited for the task at hand or not..” ( Hal 150)

Jangan berharap kenikmatan membaca buku ini (seperti karya Murakami lainnya) ada pada ketegangan rasa penasaran dan kelegaan saat rasa penasaranmu terpenuhi. Murakami menjadikan cerita sebagai pembungkus berbagai metafora yang disajikan dengan sesukanya. Pada Kafka on The Shore, hujan pun bisa menjadi hujan ikan. Pada beberapa bagian Murakami bisa menjadi sangat detail mendeskripsikan tempat, namun bisa begitu tidak peduli saat menerangkan waktu.

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

In Poems

Sekumpulan aku yang tidak menginginkan kamu

ada aku yang tidak bisa menahanmu menjadi bukan kamu
ada aku yang tidak bisa menahanku menginginkanmu
ada aku yang tidak lagi bisa menjadi aku 
ada kamu yang tidak bisa menjadikanku aku
ada aku yang tidak bisa membiarkanmu tetap kamu
ada aku yang tidak menyukaiku saat menyukaimu
ada kamu dalam tiap aku yang tidak menginginkanku
ada sekumpulan aku yang tidak menginginkanmu 
lebih jauh
dari tiap aku.



Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

In Thought

[REVIEW] Tentang Menjadi 'Manusia', O by Eka Kurniawan

sumber gambar: goodreads.com
"Cinta tak ada hubungannya dengan kebahagiaan, meskipun cinta bisa memberimu hal itu," kata si pembaca tanda-tanda.


Sungguh saya ingin sekali mendiskusikan buku ini bersama siapapun. O merupakan salah satu novel terpadat (bukan tebal) yang pernah saya baca. Tidak ada narasi yang terasa sia-sia atau dialog yang tidak memiliki fungsi. O, Bukan hanya tentang seekor monyet yang ingin menikah dengan kaisar dangdut (seperti yang tertulis pada blurb).  Meskipun sama-sama sebuah alegori, O agak berbeda dari novel Eka terdahulu, Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas yang penuh dengan stensilan, O terasa lebih sesak dengan kisah satire sejumlah tokoh yang terpilin menjadi satu kesatuan: Manusia. Bahwa manusia bisa lebih binatang dari binatang, seperti binatang yang bisa menjadi lebih manusiawi ketimbang manusia. Keduanya bisa jadi tidak memiliki perbedaan apapun, jiwanya bisa saja tertukar-tukar, walau bungkusnya berbeda. 

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

In Poems

hujung



jika menujumu 
perlu banyak tersasar
semoga lanskap yang menjamuku sepadan

jika mencarimu
membuatku kehilangan
semoga jeri jengah merayapi

oh
tapi
setiap rapalan dalam hati
menagih segala doa digenapi
semoga Kau
masih sudi didekati.

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

In Memories

Tentang Kamu

Kamu adalah kesatuan label-label yang dilekatkan orang lain padamu. Kamu adalah apa yang orang tua, pacar, teman, adik, kakak -bahkan orang asing yang berpapasan di suatu jalan- katakan tentangmu. Ketika penilaianmu berbeda dengan label di wajahmu, kamu harus percaya, hingga akhirnya kamu betul-betul seperti apa yang orang lain katakan padamu. Karena barangkali kamu memang tidak seakrab itu dengan dirimu sendiri. Karena barangkali mereka yang di luar bingkai dapat melihat gambarmu lebih jelas. Dan orang lain bisa sesuka hati menginterpretasikan tiap gerak gerikmu. Mereka begitu sakti membaca pikiranmu, mereka bisa tahu niat terselubung pada tiap aksi tulusmu. Yang bahkan tidak kamu sadari. Karena kamu bukanlah kamu yang kamu kira paling kamu pahami. Kamu adalah hasil konstruksi representasi mental orang-orang disekelilingmu. Hingga kamu menjadi begitu asing dengan dirimu sendiri. Hingga kamu mencari dirimu di dalam kepala dan hati orang lain. Hingga kamu seperti boneka kayu yang sedang ditarik kesana kemari dalam sebuah pertunjukan, memainkan peran untuk penilaian yang tidak bisa kamu kendalikan. 
Definisi tentangmu ada di kamus semua orang kecuali dirimu.
.
.
tapi,
Jangan!
Jangan percaya,
Jangan percaya pada suara-suara di kepalamu yang direkam paksa oleh orang-orang itu.

Kecuali kalau kamu memang sepayah itu.



Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

In Poems

Menabung Senyum


aku ingin menabung senyumanmu dalam celengan paling kekal
yang akan kebal walau kupecahkan saat butuh hiburan.
agar tiap malam bisa kuintai celah kecil tempat senyummu semayam
dan tiap pagi kubiarkan lengkung bibirmu melukis langit-langit alamku.

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

In Poems

tu(h)an

sumber:devianart.com
meminta tuan pada tuhan
menyelingkuhi tuhan, menuhankan tuan
oh tuan, ajarkan tentang tuhan
oh tuhan, tolong
tawan tuan.

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

In Fiction

Gadis di Stasiun Kereta

Gadis itu sudah duduk di bangku tunggu ketika aku tiba. Plang berwarna hijau dengan tulisan Tebet terpasang beberapa jengkal di atas kepalanya. Suara seorang wanita terdengar melalui pengeras suara. Kereta tujuan Bogor saat ini masih berada di Jayakarta, katanya. Artinya aku masih memiliki waktu kurang lebih dua puluh menit. Aku membenarkan topi yang kukenakan. Langit Jakarta tetap terik walau masih dalam musim penghujan sekalipun. Topi melindungi dari pandangan sinis matahari sekaligus menghindari pandangan gadis manis itu.


jika sedang banyak waktu luang bisa baca selengkapnya di kasih tak sampai buku dua 

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

In Fiction

angkasa #1

“kamu pasti menyukainya juga, kali ini berbeda.”

“pada dasarnya semua orang memang berbeda.”

“bukan, bukan berbeda yang seperti itu, dia berbeda yang berbeda. duh kamu harus bertemu dengannya baru kamu paham, eh lipstikku sudah oke?”

“aku tidak suka, warnanya terlalu terang.”

“ah, kamu memang tidak menyukai banyak hal, sudah deh aku pergi dulu, kali ini pasti berhasil.”

* * *

Sejak kapan aku membenci banyak hal begini? 

* * *
Kamu terus mengaduk minumanmu dengan sedotan. Sedikitpun belum kulihat kamu teguk gelas yang sudah dilingkupi embun itu. lipstikmu menyala, tapi matamu padam. Saat kulirik jam yang dikelilingi frame dekorasi ruangan, sudah satu jam lebih 25 menit sejak kamu tiba. Sedang menunggukah? siapa? apa? 

Kamu tampak meraih ponsel dari dalam tas, membukanya dengan sedikit terburu-buru. Tanpa sadar, aku berharap semoga itu orang yang kamu tunggu.

* * *

“aku pulang malam, dia mengajakku menonton sehabis ini, ada sup di dalam kulkas tinggal dihangatkan, atau kamu bisa delivery kalau malas keluar.”

* * *
Kemampuanmu duduk tanpa melakukan apapun selain mengaduk sedotan dengan sedikit canggung menurutku patut diacungi jempol. Kamu juga tidak memainkan ponselmu selain menerima panggilan barusan. Kamu seperti menunggu, tapi tidak terlihat mencari. Maksudku matamu tidak berlari ke arah pintu masuk atau menyisir ruangan seperti berusaha ingin menemukan. Tidak, matamu terpaku pada sedotan yang kamu gerakan pelan-pelan. Sekali matamu berpaling, adalah menuju jam berwarna emas yang melingkari tanganmu. Arrrgh sial aku penasaran. Mungkinkah kamu hanya sedang menunggu, waktu?
* * *

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments