In Memories

Perbedaan; Mari Keluar dari Kotak!


Mengharapkan bahkan meminta orang lain untuk menerima perbedaan terlihat sederhana dan mudah. Nyatanya, untuk memahami perbedaan, saya sendiri merasa sulit setengah mati, apalagi bisa menerima. Untungnya, tak sedikit teman yang memiliki pandangan berbeda dengan saya, alhasil saya bisa melatih diri untuk (paling tidak) mencoba memahami bahwa perbedaan memperluas jangkauan pandang yang saya punya.

Kemarin sore, saya bilang pada T, bahwa saya tidak habis pikir pada teman saya yang bernama K. Bagi saya (saat itu) K yang selalu mencoba melihat sisi baik orang lain justru menjadi sangat naif. Upaya K untuk mencoba memahami alasan seseorang melakukan suatu hal tentu saja baik, tapi jika semua perilaku (bahkan yang menyakitinya) dimaklumi, saya pikir K justru tak menghargai dirinya sendiri. She deserves better. Tapi, T justru merasa K telah melakukan hal yang benar. Menurut T, pasti ada alasan yang tak sederhana di balik tindakan seseorang. Saya kesal karena tak mendapat persetujuan. Saya merasa T sama naifnya dengan K, tapi di sisi lain, saya merasa saya yang kelewat pelit memberi orang lain kesempatan. Tapi saat itu, saya gengsi mengakuinya, jadi saya bilang saja pada T, baik boleh, tapi jangan naif, kalau kita sibuk memaklumi tindakan orang lain, kita mengabaikan diri kita sendiri!  Saat itu, saya sadar saya mulai terdengar egois dan sedikit keras kepala.

Ngomong-ngomong soal perbedaan, saya dan T begitu berbeda dalam mengekspresikan perasaan kami. Maka tak heran jika sering terjadi kesalahpahaman. Hal yang saya anggap penting, bisa sepele di matanya begitu pula sebaliknya. Saya tak suka ketika T mulai mengganggap sikapnya lumrah saja sebagai seorang introvert. Saya tak suka saat dia mulai mengkotak-kotakan kami seperti itu. Karena jika sudah begitu, kami berada di kotak yang berbeda. Saya tidak suka perbedaan. Karena dalam perbedaan, perlu kerelaan hati saya untuk memahami, sementara saya yang egois ini merasa lebih urgent untuk dipahami.

Tapi, ternyata keengganan saya memahami dan menerima perbedaan, bukan tak berdampak.

Saya merasa tinggal di dalam sebuah kotak. Kotak dengan kebenaran mutlak milik saya. Di dalam kotak itu, terjadi seleksi yang tak disadari. Aturannya hanya satu, yang berbeda dengan saya tidak bisa ikut masuk. Semula, saya merasa aman-aman saja, sampai akhirnya saya menyadari, ternyata saya sendirian. 

Bahwa saya dan T atau saya dengan siapa pun berbeda, adalah hal yang tidak bisa saya pungkiri. Perbedaan ini berakar dari latar belakang, cara didik orang tua,  pengalaman-pengalaman hingga segala permasalahan yang membentuk kami sekarang, bahkan perbedaan genetik sekalipun. Maka, menghindari terjadinya perbedaan tentu saja percuma. Perbedaan mungkin adalah notasi plus yang memperkaya cara pikir saya. Dan jika saya belum bisa menerima seluruh perbedaan yang saya temui, paling tidak saya harusnya tak buru-buru menghakimi apalagi memberi label negatif dan merasa diri lebih baik.

Saya merasa beruntung tak setiap perkataan saya diamini teman-teman saya. Saya jadi menyadari PR besar  yang harus saya selesaikan, untuk mencoba memahami, memaklumi bahkan menerima perbedaan di sekitar saya. Semoga kacamata saya bisa lebih jernih kali ini.


Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments