In Memories

Tentang hal-hal yang harusnya saya pertahankan dan yang perlu saya lepaskan

Telah sejak beberapa bulan yang lalu, saya selalu memikirkan hal yang sama. Tentang hal-hal yang harusnya saya pertahankan dan yang perlu saya lepaskan.  Dia, dan hubungan bersamanya, selalu berada di titik setimbang, membuat saya ragu dan tidak bisa memutuskan apa pun. Satu kali saya begitu yakin untuk melepaskan, di lain waktu saya merasa takkan mampu. Apa yang salah? Apa yang paling akan saya takutkan akan terjadi?

Tak sulit bagi saya untuk mencari-cari kesalahan. Saya selalu ingin memiliki pasangan yang begini dan begitu. Sederet kriteria yang saya jadikan syarat mutlak untuk sebuah hubungan yang serius. Tapi, ketika pertama kali bertemu dengannya dulu, saya pikir, dia yang tak memiliki sederet list tersebut, sungguh hebat, karena toh saya bisa luluh juga. Saya pikir atau saya rasa, dia berhasil membuat saya tak menganggap kriteria itu penting lagi. Dia meluruhkan kriteria dan membuat semuanya seolah tanpa sebab, begitu saja.

Namun, semakin lama bersama, 'tuntutan' yang saya pelihara semakin minta perhatian. Keraguan demi keraguan menggerogoti keyakinan saya setiap harinya. Saya tidak ingat apakah keraguan itu pernah saya alami saat bersama pasangan saya di masa lalu. Entah mengapa, saat mengingat-ingat kembali, seperti banyak kenangan manis dan kebaikan mereka yang selama ini luput dari perhatian saya. Saya pernah bersama dengan seseorang yang berhasil membuat saya yang demikian cuek menjadi mau peduli, yang rajin memberi bunga dan kejutan manis walau harus pulang pergi ke luar kota dalam semalam atau mengirimi masakan rumah tiap pulang kerja saat kosan saya hanya berjarak beberapa langkah dari rumahnya. Aneh, kenangan manis ini baru muncul ketika saya menarik memori dari laci yang berbeda di otak saya. Saya tahu, terlepas dari semua permasalahan yang kami hadapi dulu, dia pernah menjadi seseorang yang paling peduli dan membuat saya merasa beruntung.



Selanjutnya, saya menjalani hubungan dengan seseorang yang selama ini saya kagumi. Beberapa hari pertama rasanya bagai mimpi, bahkan sampai kami akhirnya harus berpisah, saya tidak terlalu terpukul karena saya pikir hubungan kami tidak senyata yang sebenarnya. Ia adalah teman diskusi terbaik yang pernah saya punya. Ia yang begitu cerdas, dan memiliki banyak impian. Ia tahu kapan harus bercerita lucu untuk membuat saya berhenti mengeluh. Ia tahu bagaimana membuat saya benar-benar mengaguminya bahkan setelah berbulan-bulan kami berpisah. Hingga saat ia memberi kabar pernikahan, anehnya, saya merasa ia layak mendapat kebahagiaan. Pada satu titik saya menyadari, perasaan cinta yang saya duga saya miliki, jangan-jangan hanya perasaan kagum dari penggemar kepada idolanya.

Saya mengenang kembali,  bukan untuk terbuai pada kenangan manis di masa lalu, tapi untuk menyadari bahwa jangan-jangan, kebaikan-kebaikan pasangan saya sekarang baru akan saya sadari justru ketika kami tak bersama lagi. Jangan-jangan saya belum pernah melihat dirinya sebagai dirinya. Dia yang memiliki kualitas-kualitas yang sering saya pungkiri. Dia yang tak pernah berhenti menyerah tiap kali saya ingin berhenti. Jangan-jangan saya melihatnya sebagai boneka kayu yang perlu saya pahat dengan pisau-pisau harap dari masa lalu.  Jangan-jangan saya yang tidak pantas untuknya.

Jangan-jangan, dialah yang harus saya pertahankan, dan segala 'tuntuntan' itu yang ternyata perlu saya lepaskan.

0 comments:

Post a Comment

What do you think?