In Thought

Saat Tak Cukup Menjadi Pendengar, Jadilah Pengamat




Saat dia bilang kamu cantik, barangkali kamu memang cantik, tapi lebih dari itu, bisa jadi maksudnya kamu cantik, sementara dia tidak, kamu cantik dan dia sedikit iri, dan kemungkinan-kemungkinan lainnya.

Kata-kata bisa memindahkan pemahaman dari satu kepala ke kepala lainnya, tapi tak jarang bukan itu yang ingin dipindahkan. Saat kata-kata hanya jadi tirai, dan kamu tak bisa membukanya, maknanya tetaplah berada di balik sana.

Coba perhatikan baik-baik, bukan hanya pada kata, tapi ekspresi, emosi, gerak-gerik, kebiasaan, sifat, hingga pengalaman. Lebih jauh dari kata-kata yang dia ucapkan, apa yang sebetulnya ingin dia sampaikan?

Bisakah kamu memahaminya?

Kata-kata hanya alat komunikasi, tapi tak selalu bisa dengan mudah diinterpretasi. Di balik kata-kata, ada makna yang mungkin diungkap dengan sengaja, mungkin pula bersembunyi dan berharap diketahui atau tidak tertebak sama sekali.

Kata-kata yang dia ucapkan, bisa jadi begitu dangkal atau bahkan hanya permukaan, padahal rasa yang ia miliki telah lama membuatnya tenggelam sendiri.

Salah satu cara menjadi pengamat adalah dengan 'mencoba mengenakan sepatunya'. Jika kamu berada di posisinya, apa yang kamu rasakan? Apa yang kamu katakan? Akankah kata-katamu polos begitu saja atau penuh lapisan yang mengaburkan makna? Tapi, cara ini tak sepenuhnya valid juga, bisa jadi justru kamu malah bertindak sok tahu, karena dirimu ya dirimu, tetaplah tak bisa menjiwai dia. Jika dengan mengenakan sepatunya, kamu tetap tak bisa memahaminya, cobalah mengenali ia lebih dalam. Bisa jadi hari ini kamu memang tak paham, tapi semakin mengenalnya, kamu bagai menyatukan kepingan puzzle dan bisa melihat gambar besarnya.

Mulailah mengenalnya lebih dalam, bisakah kamu mencoba memahaminya?

0 comments:

Post a Comment

What do you think?