In Thought

Membaca Komentar Kejam Malam-Malam. Duh Netiheeen!



Nggak ada niatan nulis malam ini sampai saya melihat satu akun Instagram yang sedang ramai dibully karena postingannya dicap pengkhianat dan tidak nasionalis. Dan percayalah, komentar-komentarnya SANGAT SANGAT KEJAM. Bukan satu, puluhan, atau ratusan komen kejam, tapi RIBUAN KOMEN KEJAM (Fyi, iyah saya memang  tipe 'pembaca-komen' apa pun jenis medianya).

Saya nggak mau membahas benar atau salah pendapat si Mbaknya, tapi reaksi netizen yang.... 



Ini pun hanya segelintir dari ribuan komentar yang nadanya tak jauh berbeda. Mulai dari hinaan fisik, sampai menyuruh mati, gila yah, saya bacanya aja merinding. Ngebayangin jadi Mbaknya, disuruh mati sama orang yang nggak dia kenal, yang nggak kenal dia, yang nggak punya masalah apa pun sama dia.  Saya heran (mengaku) menjadi nasionalis / membela negara memang jadi sah-sah saja bebas berkata kasar, menghakimi orang sampai menyuruh mati yah? Sudah ngapain sih buat negara Indonesia sampai segitunya merasa paling nasionalis? 

Awalnya saya hanya berpikir, pada konteks apa pun, gila yah, susah banget berbeda pendapat di Indonesia kalau bahasanya nggak 'dipoles sedemikian rupa. Toh, pada akhirnya kubu yang tidak setuju tidak akan memperdebatkan pendapat kita, melainkan nyerang fisik, dan hal-hal yang nggak ada kaitannya sama sekali. Gila! 

Iyah, mungkin aja Mbaknya sellow2 aja karena punya support system yang bagus, atau cukup cerdas dengan tidak membaca komen satu-satu, tapi ada berapa banyak coba akun Instagram yang nasibnya serupa dengan si Mbak, kena cyberbullying keroyokan karena pendapat berbeda, atau melakukan satu dua kesalahan. Well, siapa sih yang nggak pernah ngelakuin salah? Tapi, siapa kita sampai merasa berhak untuk 'menghukumnya'?

Cyberbullying is real. Jangan anggap remeh komentar negatif di media sosial. Jangan kira rasa sakit yang dirasakan korban hilang begitu ia hapus komen, matiin hp, atau pun tutup akun. Dampak cyberbullying sama mengerikannya dengan physical bullying, bahkan lebih. Anonimitas bikin pelaku bagai hilang kendali dan korban pun semakin merasa ngeri.  It's huge problem we can't ignore. 

Apa perlu harus ada tes etika dulu sebelum seseorang bikin akun media sosial, yah nggak kan yah. Saya sih yakin ada jutaan pengguna medsos yang punya pikiran jauh lebih terbuka, etika jauh lebih baik dan taat norma, salah saya aja tadi lihat foto di tab explore lalu keterusan sampai menyadari masih ada (banyak sekali) orang yang kecepatan mengetiknya jauh lebih cepat daripada kecepatan berpikirnya. 

Semoga saya yang imannya kaya roller coaster ini dilindungi dari penyakit gatel komen negatif di medsos. Amin.

0 comments:

Post a Comment

What do you think?