In Fiction

Berdansa bersama



Kamu bernyanyi dan menggoyangkan pundak dan kaki. Tentu tanpa suara karena kamu buta nada dan tak ingin orang lain kehilangan selera. Kamu hanya ingin menikmati hari meski tak senikmat kuah bening bakso yang disesap saat masih hangat dan dipuji-puji olehnya. Nikmat sekali, ini baru luar biasa. Pujian kepada semangkuk bakso yang membuat pipimu bersemu. Sebab, kios bakso itu adalah pilihanmu.

Aku akan selalu mengingat hari ini. Begitu katanya. Kira-kira beberapa bulan sebelum dia pergi dan menikmati semangkuk bakso lain, di tempat yang lain, bersama yang lain. Kamu bernyanyi sementara di belakangmu seorang pemuda tak tahu cara menempatkan diri. Ia mencoba menggoyangkan kaki tapi terasa tak pas di hati. Ia ingin sekali pergi tapi tak memegang kunci. Maka, ia mencoba dan terus mencoba sementara kamu bersenandung mencoba tak peduli.

Tentu saja kamu peduli. Diam-diam dari sudut matamu kamu mengecek sesekali. Berharap ia maju selangkah lagi dan menikmati musik bersamamu. Diam-diam kamu bergerak mundur agar bisa menjajari tapi ia pikir kamu terlalu ngoyo mengajari. Satu langkah di depan pria yang mencoba menggerakan bahunya mengikuti irama, kamu berdiri di sana melayangkan pikiran pada pemuda lain dan semangkuk bakso yang katanya luar biasa sampai sulit terlupa.

yang tentu saja sudah melupa sejak lama.

Kamu bernyanyi tanpa suara sebab ada yang mulai mendesak-desak mencari pintu keluar dari celah matamu. Mengalir seperti tanganmu yang bergerak ke kanan dan kiri. Mengalir seperti kakimu yang meloncat sesekali. Mengalir seperti mulutmu yang lincah menyerukan kata mengikuti penyanyi di panggung jauh di depan sana.

Malam itu, ia terus bernyanyi. Pria diam berdiri. Keduanya ingin sekali berdansa bersama tapi tak ada satupun yang punya nyali mengatakannya.

0 comments:

Post a Comment

What do you think?