Selamat tidur tuan epilog.
Letakmu masih sama disana tidak bergeser sesentipun.
malam ini bahkan kamu patenkan posisimu, baiklah tidak akan saya gubris tuan epilog yang baik. Karena saya tahu harimu sedang berat, jemarimu bahkan gemetar saat mengepal.
Kamu pun,tuan, kekurangan banyak oksigen, saya tahu wajahmu yang kurang darah. Darahmu lupa mengantarkan bijih-bijih O2 hingga kamu mencarinya melalui mulutmu yang terbuka, padahal tuan, udara luar sedang kotor-kotornya, dan rongga mulutmu tidak ada penyaringnya.
Dan tuan, apakah matahari sedang begitu silau bagimu? itukah alasan tuan pejamkan mata dari hitungan sebelum satu hingga setelah seribu yang saya lafalkan dalam hati. ah tuan pasti tidak menyangka saya keranjingan menghitungnya. Karena tuan, tiap hitungannya saya pun menujukan pada sistem yang sedang bekerja pada otak saya. Misalnya hitungan sebelum pertama saya memutuskan untuk segera memutuskan kemudian pada hitungan sebelum kedua saya memutuskan untuk menunda mengambil keputusan, begitu seterusnya sampai hitungan setelah seribu. Sampai mata tuan tidak lagi merasa silau.
Tuan, tahukah apa yang di eja otak saya setelah hitungan keseribu?
S e l a m a t T i d u r.
0 comments:
Post a Comment
What do you think?