Alkisah
seorang pelari ulung dari negeri sebrang. Sehari-hari berkejaran apa saja, dengan waktu,
mulai dari jam, menit, detik sampai pula mili detik. Dia melesat bagai peluru
menembus udara yang tidak berwujud. Lalu
suatu hari ketika melayang pikirannya, kehabisan saingan untuk ditantang,
terbesit untuk menantang malaikat yang belum pernah tanding dengannya. Baginya
habis sudah mahluk bumi yang pantas, tak soal mahluk langit pun ingin
dijajalnya. Dengan pongah ia tulis surat tantangan untuk malaikat, dikirimnya ke
langit melalui burung Rüppell's Vulture. Dia tulis besar-besar tujuan surat agar tidak
salah sasaran dan menurunkan levelnya.
Dia
tulis Maut dibelakang kata Malaikat.
Balasan
datang secepat kilat. Hari tanding pun tiba dalam hitungan belasan jam saja.
Dia siapkan
matang-matang. Sungguhlah tak gentar pelari ulung satu ini, sudah dikalahkannya
banyak mahluk, hidup maupun tidak. Oh, Raganya ringan bak kapas, kakinya gesit,
gerakannya tidak terlihat bak cahaya.
Dia
mengikat tali sepatunya dengan rapi, dililitkan sisa tali pada sela-sela
formasi talinya, jangan sampai ada yang terjuntai dan terinjak saat berlari.
Sudah begitu, Ia lafalkan berkali-kali mantra andalan, doa lari cepat ajaran
leluhurnya. Tidak lupa meminum dahulu ramuan dari daun sambiloto, daun meniran,
temu lawak kering, temu ireng, isi kedawung 2 ons banyaknya, harus 2 ons. Kata
moyangnya dulu, stamina akan terjaga puluhan jam sesudah meminum ramuan ini.
Setelah
siap semua, berlarilah dia, mulai bersama-sama dengan Malaikat Maut, namun
dalam sekejap ditinggal jauh olehnya. Begitulah dia, berkelebat seperti
bayangan, melintasi jalanan, yang terjal ia hadang, yang mulus bagai melayang.
Sekali waktu ia sempatkan menoleh ke belakang, serupa titik Malaikat Maut jauh
di belakang. Puas rasanya, Bisa juga Ia tertawa sambil berlari. Pelari tangkas
satu ini mampu melompati kubangan besar, kalaulah batu yang besar, dilompatinya
juga.
Riuh
warga yang melihat menyorak menyemangati. Meski hanya terlihat bayangan
berkelebatan, Tapi sungguh telah tersohor namanya, pastilah dia si fulan itu,
yang larinya tidak tertandingi. Perjanjian balap lari ini, 1 hari pernuh saja,
siapa tetap berada di depan sampai hujung hari, menanglah dia. Kalau si Pelari
ini menang, bukan lagi akan tersohor namanya di dunia, pun teman-teman di kayangan
akan turut mengaggungkan, kembang kempis dadanya membayangkan kejayaannya yang
sejengkal lagi didapat.
Matarahi
mulai merosot, peluh di tubuhnya mulai berkucur bagai cucian diperas. Suhu
tubuhnya memanas, tapi tenang, dia masih jauh di depan lawan. Manjur sekali
temu lawak ini bagi staminanya, meskipun tendonnya sudah kencang tapi masih
mampu digerakan cepat ke depan ke belakang, menyambar-nyambar jalanan.
Makin
sumringah hatinya melihat langit yang mulai gelap, kemenangan tinggal hitungan
jam, dia bahkan mampu berlari sambil menari girang. Membayangkan sang penantang
jauh dibelakang, membuncah hatinya, sama kencangannya dengan degup jantung yang
dipaksa berkerja ekstra cepat. Sambil tersengal-sengal napasnya dia berteriak
kegirangan.
Teriakan
pertama menyoraki dirinya, dia yang tidak pernah kalah, menderu-deru seperti
mobil kuno yang lama tak dirawat.Teriakan selanjutnya untuk hinaan lawannya
yang akan kalah telak sesaat lagi, diantara nafasnya yang tersengal-sengal, Ia
(akan) menang, jantungnya berdegup, suhu tubuhnya kian panas, deru napas
menjadi jauh lebih cepat, dia merasa senang telah menang, tersengal-sengal,
sampai habis waktu perjanjian tantangannya, sampai habis suara sengal nafasnya.
Ia merasa senang telah menang, mengira menang. Ketika habis juga degup jantungnya, jauh dibelakang tersenyum
lawannya.
0 comments:
Post a Comment
What do you think?