In Memories

Dari Toa Masjid Ke Dalam Rumah Kami

         Pernah tidak saat sedang ingin melaksanakan ibadah (apapun itu), konsentrasi bunyar oleh bunyi televisi yang dinyalakan adik dengan volume tinggi atau obrolan teman satu kos yang seringnya ingar. Apakah lantaran suasana yang tidak kondusif atau imannya yang kurang handal? Saya pribadi yang mungkin masuk ke kategori kedua, akan mudah terdistraksi jika ada kebisingan saat beribadah sekalipun. Tapi mudahnya, jika kebisingan yang terjadi disebabkan oleh hal-hal  yang saya sebut barusan, saya bisa saja menegur lalu mereka paham dan memberi sunyi sebentar untuk saya selesaikan ibadah.

           Kemudian pertanyaannya, bagaimana kalau kebisingan berasal dari rumah suci, rumah Tuhan, yang diniatkan dengan baik (entah untuk menyeru pada kebaikan atau apa).Di Daerah tempat saya tinggal, Masjid yang letaknya beberapa blok dari rumah, sering menggunakan pengeras suara untuk menyiarkan apa saja, mulai dari pengumuman penting sampai kegiatan mengaji / ceramah ibu-ibu bahkan anak-anak sekalipun. Hemat saya, kalau judulnya jadi menganggu, niat baiknya sulit tercapai. 

Barangkali di balik niatan baik mereka menyaringkan semua kegiatan di masjid ada konsentrasi ibadah yang pecah di dalam rumah-rumah. 

           Dulu, semasa saya  mengekos di Bandung, saya merasa terbantu dengan suara-suara dari masjid yang nyaring berkisar pukul 4 pagi membangunkan anak-anak untuk mengaji. Bunyinya seperti ini : "Diniiii, ngaos, Alin, ngaoos dst". Anak-anak di sana membangunkan teman-temannya satu persatu untuk mengaji, lalu sehabis solat subuh, ada latihan ceramah singkat dari mereka. Saya merasa terbantu, karena kamar mandi terpisah dari kamar, dan lampu di luar kamar seringkali padam. Alhasil butuh keberanian ekstra untuk saya yang penakut  sekedar mengambil wudhu ketika tengah malam atau menjelang subuh. Nah dengan adanya suara-suara dari masjid inilah saya tidak merasa sendirian, tidak merasa takut. 
      
           Tapi ketika menunaikan shalat isya baru saja, saya merasa kesulitan berkonsentrasi lantaran suara nyaring seorang Ibu yang sedang memberi ceramah di Masjid. Saya jadi teringat ketika ayah misuh-misuh ketika hendak mengaji ada suara dari masjid yang lumayan nyaring sehingga sulit berkonsentrasi, waktu itu saya heran mengapa ayah sampai sebegitunya, kenapa tidak mengaji saja, sudah, beres perkara. Tapi kejadian ketika shalat tadi membuat saya paham, rasanya memang menyebalkan ketika yang kita butuhkan hening malah suara nyaring yang mengganggu. Ngomong-ngomong, perihal ini, ayah sudah pernah mengadu pada pengurus masjid, agar paling tidak jangan bersamaan dengan waktu beribadah, tapi ternyata belum ada perubahan (mungkin sedang dirundingkan). 
  
           Saya jadi berpikir, nama lain dari lingkungan tempat saya tinggal adalah Pecenongan, tahulah apa artinya. Ada banyak sekali warga yang harus bertoleransi untuk masalah ini, lah wong saya yang muslim saja sering terkadang merasa terganggu, apalagi mereka yang tidak ada urusan sama sekali. Coba lihat, kalau kami-kami yang muslim ini komplain ke warga lain atau yang berwenang, barangkali akan dirundingkan dan dicari jalan keluarnya, tapi bagaimana jika mereka yang langsung menyatakan keberatan, kalau bukan di anggap tidak dapat bertoleransi dalam beragama pastilah dicap rasis. 

          Saya tidak ingin mengarahkan tulisan ini menjadi merembet kemana-mana. Saya hanya tidak ingin agama saya yang sedemikian sempurna, malah mengundang nada sumbang, karena pelakunya yang kurang apik menempatkan. 

0 comments:

Post a Comment

What do you think?