In Memories

Keresahan-Keresahan Minggu Ini

1. Percakapan di Meja Makan

Ibu itu terus saja mendoakan agar tidak ada yang pergi seolah memang ada yang akan pergi. Ia ucapkan berkali-kali di depan gadis yang seolah akan ditinggalkan. Doa-doa yang digumamkan sembari menyetrika pakaian, katanya, memberi gambaran empati yang dalam, sayang, ketika terlalu sering diungkapkan empati berganti wajah. 

"Saya berpikir jauh, saya takut, kalian masih sangat muda, saya berdoa terus menerus semoga dia tidak diambil". 

Mengapa harus berpikir sampai kesana dan sampai mengungkapkannya segala. Bibir gadis sudah pegal ditarik ke atas terus-menerus. Ia ingin Ibu itu segera pulang dan membawa wajah empatinya jauh-jauh. Nyatanya Ibu itu tidak datang lagi esok harinya (atau mungkin datang tapi gadis tidak tahu). 

Sakit adalah pengingat kematian yang paling dekat. Kematian terdengar jahat dan menyedihkan. Tapi ternyata ada hal lain yang lebih mengerikan, yang selalu diusir seperti debu di atas tempat tidur : Kehilangan.

2. Kematian Telah Bersembunyi Kembali

Apakah harus senang karena hidup sudah bisa tenang lagi atau sedih karena kewaspadaan mengendur secara teratur? Semoga pelajaran tidak ikut luntur. Tapi saya tetap bergembira. Wajah kematian telah bersembunyi kembali.

Mamah telah sehat lagi. Bersyukurlah!


3. Anak Kecil yang Mengucapkan Salam

Saya sedang membeli sate kambing di samping masjid. Seorang anak kecil dengan bungkus snack kosong berjalan mendekat. Sebelum menyapa saya, Ia baca tulisan pada kaca gerobak, lalu melafalkannya pelan. Sate ayam, Sate kambing, menu dengan spidol. Saya menoleh dan menanyakan kelas berapa. Saya pikir ia pasti sekolah karena mahir membaca. Katanya kelas 2. Saya tanya bersekolah dimana. Ia sebutkan nama tempat yang saya tidak tahu, memang saya tidak banyak tahu daerah ini. 

Kemudian, ia sodorkan kantung snack kosong sambil mengucapkan salam, Asalammualaikum. Jelas apa maksudnya. Saya mengangkat tangan tanda penolakan halus. Dalam hati saya bertanya apakah Salam sudah berubah maknanya? Dari kamus mana mereka tahu Assalammulaikum adalah 'bu/pak minta uang'. Saya jawab Walaikumsalam, anak itu mengulangi salamnya. Sekarang menjadi jelas, memang bagi anak ini telah bergeser makna salam. Saya menggeleng. Lalu tiba-tiba tanpa sengaja terlintas bayangan tangan laki-laki yang hanya mengusap kepala anak kecil seusia anak di hadapan saya sekarang, anak dalam bayangan itu pun meminta hal yang sama. Saya memang sedikit pakem urusan ini. Saya berharap tidak ikut-ikutan merusak mental mereka. Tidak begitu caranya mencari uang. 

Tapi terdengar suara dari dalam, berkata dengan sinis, toh anak ini memang belum wajib cari uang, dasar pelit, paling-paling idealismemu berasal dari ikut-ikutan laki-laki itu.

Anak kecil itu sudah pergi. Mungkin lain kali saya harus selalu sedia roti atau makanan lain agar prinsip tidak mencemari nurani seperti malam ini.

4. Ibu yang Selalu Menangis

Tiba-tiba saja ibu itu bercerita pada kami. Dalam seragam birunya bahunya melorot, matanya berkaca-kaca. Ia terlihat begitu tak berdaya, kontras dengan pentung dan pistol yang tersangkut pada tali celana. 

"Suami saya suka mengancam, pakai pisau pun pernah, ia cemburu saya pulang malam, kerja begini dikelilingi laki-laki membuat dia curiga, saya telat pulang langsung dipukuli, mungkin karena dia terlalu sayang, dulu dia orang hebat lalu bangkrut seketika, mau tidak mau saya bekerja, tapi tidak boleh terlalu rapat dengan laki-laki, pulang harus sebelum jarum jam terlalu di atas, dia takut kehilangan saya".

Ibu itu mengusap matanya yang berair.

Saya ingin bilang padanya, laki-laki itu tidak mencintainya, laki-laki itu mencintai dirinya sendiri. Ia tidak takut kehilangan istrinya, ia hanya takut kehilangan kenyamanan yang diciptakan istrinya untuknya. Tapi saya tidak jadi bilang, saya takut akan melukai perasaan ibu itu, lagi pula saya tahu ibu itu pun pasti sesungguhnya juga sudah tahu.


5. Anak Kecil yang Tidak Pernah Menangis

Anaknya berlari di dek kapal, ibunya mengikuti dengan lemas. Anak perempuan berusia dua tidak menyadari ibunya habis menangis. Mungkin karena menangisnya hanya di dalam hati. Tasnya baru saja dicuri sewaktu mereka tertidur di ruang tunggu. Uang tersisa ribuan di kantung celana. Anak dua tahun menarik-narik baju ibunya sambil menunjuk tukang pop-mie yang membawa termos. Perut kecilnya sudah merongrong. Ibunya merogoh saku celana lebih dalam lagi. Botol susu di dalam tas tidak tahu sudah dimana. Digandeng tangan putri kecilnya menuju penjual pop-mie. Hanya itu yang bisa ia berikan sampai akhir hari atau entah sampai kapan.


0 comments:

Post a Comment

What do you think?