In Memories

Perbincangan tentang Hidup bersama Otak dan Hati.

Bagi saya mengendarai motor dalam perjalanan menuju kantor dan rumah adalah momen ketika saya bisa dengan santai menanggapi semua percakapan kepada/dari otak dan hati. Ketika mengendarai motor, semua yang bercokol terlontar satu demi satu. Bahkan angin yang biasanya hening akan menjadi sangat bising. Kegemaran saya ketika mengendarai motor selain bernyanyi adalah berbicara sendiri. Saya bukan hanya dapat mendengarkan ucapan saya sendiri, saya pun bisa menanggapinya dengan sesuka hati.

Sore tadi, dalam perjalanan pulang perbincangan kita -saya dan diri saya- perihal hidup. Kata orang hidup hanyalah proses menunda kematian. Misalnya, kita makan untuk menunda mati kelaparan, kita menyebrang hati-hati untuk menunda mati ditabrak, dll. Apakah kemudian mimpi-mimpi saya pun sekadar rentetan penunda kematian? Otak saya tidak mau terima. Manusia diberikan porsi hidup oleh Tuhan. Setelah porsinya habis maka bertemulah dengan porsi pada babak baru : kehidupan setelah kematian. Perjalanan menghabiskan porsi bukanlah proses penundaan melainkan proses pemuasan dan persiapan.
Hal ini menyadarkan saya, sejauh apapun kita mencari pemuasan, kita pun harus bersiap kalau-kalau porsi telah habis tanpa kita sadari.

Hati saya ngeri juga menanggapi omongan otak, tapi belum bisa menyangkalnya. Karena tidak bisa menyangkal, mau tidak mau ia percaya juga. Hati saya jadi mengusulkan banyak hal. Misalnya,
1. Bagaimana kalau diri saya mengusahakan sesering mungkin makan malam di rumah dan berbincang- bincang dengan mamah karena kita tidak tahu sampai kapan bisa melakukannya.

2. Bagaimana kalau diri saya mengusahakan menolong orang setiap hari karena hati saya tahu seperti apa rasa senang ketika mendapat pertolongan.

3. Bagaimana kalau otak membuang jauh-jauh hal remeh yang tidak berperan penting untuk hidup diri saya  agar porsi yang saya punya tidak terbuang sia-sia.

4. Bagaimana kalau diri saya rajin mencari kesempatan dan mengambil resiko untuk mewujudkan semua mimpi yang saya punya, karena  kita sama-sama tahu tidak mengambil resiko sama saja mengorbankan semuanya.

5. Bagaimana kalau diri saya manfaatkan baik-baik hari ini, menulis setiap hari, berlari di pagi/sore hari    secara konsisten, membuat kue, belajar menjahit, membaca semua buku, mempelajari banyak hal,  melakukan hal-hal yang memacu adrenalin,  mempelajari agama dengan sebaik-baiknya dan segala hal.

Karena hati saya tidak diberi intuisi tentang sisa porsi yang saya miliki, otak saya tidak diberi kemampuan untuk menakar sisa porsi orang-orang yang saya sayangi. 

Banyak rahasia yang tidak perlu diketahui. Kematian salah satunya. Dia menjadi rahasia untuk menjaga manusia dalam kerangkeng Tuhannya. Agar tidak terbirit-birit ketakutan karena tahu-tahu porsinya telah mau habis dalam sekejap.

Hidup adalah persiapan menuju kematian. Tanpa ada kemampuan untuk menunda.

Entah apa yang akan kami diskusikan besok ketika berangkat kerja :)

0 comments:

Post a Comment

What do you think?