In Thought

Berbahagialah!

Pernahkah saya bercerita tentang teman  yang suka pada pandangan pertama dengan seorang gadis? Mereka bertemu saat keduanya mengikuti kegiatan volunteer dari kantor. Temanku ini, laki-laki jawa hampir kepala tiga yang gagal menikah setahun yang lalu.
Terlepas dari perawakannya yang agak besar dan logat surabayanya yang agak 'keras' bagi yang belum terbiasa, dia adalah orang yang baik dan mengayomi.

 Gadis itu adalah S2 lulusan Malaysia, kalaupun cantik itu relatif, saya yakin banyak yang setuju dia memang cantik. Bicaranya cerdas dan menyenangkan. Usianya hanya berbeda satu tahun dengan saya.
Awalnya kami menyangka, 'naksir-naksiran' temanku ini hanya buat candaan kami saja. Ternyata, setelah mengobrol selama perjalanan pulang bersama, dan berlanjut setelahnya. Gadis ini menerima cinta temanku. Kaget? tanpa bermaksud menyinggung perasaan siapapun, saya pastikan banyak yang terheran-heran.Yang lebih mengagetkan lagi, hanya selang beberapa minggu mereka resmi pacaran, sudah tersebar rencana pernikahan mereka. Tanggal sudah ditentukan, perkenalan keluarga pun sudah, disusul langsung orang tua gadis ini oleh temanku. Temanku bahagia bukan main, wajahnya berseri-seri setiap hari. Di'pamer'kannya gadisnya di lantai tempatku berkerja. Dia senang, kami turut senang.

Tapi sekali lagi, Manusia yang berencana ,Tuhan yang punya kuasa. Tiba-tiba saya dikabari , dia (lagi-lagi) batal menikah. Saya belum tahu detailnya karena tidak ingin mengusik temanku dulu, tapi yang jelas dari cerita singkatnya, saya tahu, ia ditinggalkan gadis itu (tanpa maksud mengadili, karena saya memang tidak tahu alasan-alasan dibalik itu).
Temanku sedih, kami semua turut sedih.

Tapi selang beberapa minggu kemudian, saya sudah bisa melihat senyumnya lagi.

Saya pernah sedih sampai berjalan pun hanya ingin menunduk.  Kemudian yang saya lihat hanyalah jalanan yang berlubang atau selokan. Padahal kalau saya mengangkat wajah sedikit saja, saya bisa melihat anak kecil yang berkejaran dengan ibunya sambil disuapi, atau putri yang digendong ayahnnya sambil tertawa, lalu kalau saja saya mengangkat lebih tinggi sedikit, saya bisa melihat warna biru yang berpedar-pedar bersama jingga, dan gumpalan putih seperti kapas ; Langit!
Semua keindahan itu tidak akan saya lihat kalau selamanya melihat kebawah.

Dalam hidup , Allah selalu punya cara unik dalam 'mendidik' umatnya hingga semua mendapatkan yang terbaik.

Saya pernah 'ngotot' mempertahankan suatu hal, nyatanya 'lepas' juga.
Sampai kini pun saya masih sok tahu yang terbaik padahal saya tidak tahu apa-apa.

Kalaupun saya belum paham mengapa ini-itu harus saya alami, artinya akal saya yang belum sampai kesana. Saya hanya harus menyakini kalau apapun itu memang yang terbaik untuk saya.


0 comments:

Post a Comment

What do you think?