In Fiction

Karena Kita Berjalan Maju

Dia telah kalah.

Jarum jam telah terpeleset jauh ke bawah. Bunyi detiknya yang berisik seperti ode yang mengejek. Matahari telah lama turun. Langit tidak menyisakan cahaya sedikit pun selain bulan abu-abu.

Percayalah, kamu harus percaya. Dia telah berlari lebih kencang dari biasanya. Apakah landasannya yang telah menjadi kian panjang? Apakah Bumi berotasi seperti biasa? Bahkan gravitasi bulan hanya akan memberi pengaruh dalam seabad. Bayangkan, Seabad! Padahal hidupnya belum tentu akan selama itu. Itupun hanya mengubah 1.7 milidetik. Milidetik! Dia bahkan membutuhkan ratusan detik untuk menghela napas. Tidak mungkin 1.7 milidetik ikut andil menyukseskan kegagalannya.

Tapi percayalah, dia bahkan telah menyiapkan sederet kata untukmu dari 365 hari yang lalu, sebanyak 31.536.000 detik. Kata-kata yang selama ini dikekalkan di balik lidah. Tidak berhasil diludahkan. Gagal sampai indera pendengarmu.

Sekarang hanya tinggal dirinya dan bulan abu-abu yang akan digusur sebentar lagi. Dia dikalahkan waktu. Atau oleh egonya dalam melawan waktu. Atau oleh presrtisenya yang membumbung di dada persis pelampung siap terjun. Atau oleh kecemasan-kecemasan yang telah menjadi momok selama jumlah detik yang sama banyaknya. 31536000 detik. 

Bumi sudah berotasi melebihi satu putaran dari yang dinantikannya. Dia telah gagal menanggapi harapannya. Tiga kata terlambat tiba padamu.  Sah kah jika ia tetap ingin meludahkannya seperti bulan yang bersikukuh bertengger walau langit sudah menjadi biru muda?

Dia biarkan lirih paket kata mengudara, sayangnya tidak cukup daya untuk sampai ke rumah siputmu.

: Selamat Ulang Tahun.

Mundurlah wahai waktu
ada selamat ulang tahun
yang tertahan tuk kuucapkan
dan harus tiba pada waktunya (Dewi Lestari)

0 comments:

Post a Comment

What do you think?