Siang ini saya ingin membahas cinta, karena saya.. *some text missing* lol
Ada seorang teman yang berkata bahwa cinta
itu saling melengkapi. Saya tidak membantah tapi tidak pula mengamini. Tapi
kok ya saya pikir menyakini cinta
sebagai cara melengkapi kekurangan-kelebihan hanya akan membangun standar yang justru runtuh begitu merasakan
cinta itu sendiri. Karena Hubungan bukan rumah dimana kekurangan adalah
dinding-dinding berlubang yang perlu ditambal, karena pasangan bukan penyedia
batu bata tambahan begitu pula sebaliknya. Manusia harus merasa lengkap dengan
dirinya sendiri baru bisa membiarkan dirinya direcoki orang lain. Lagipula, apakah semua kekurangan memang perlu
dikompensasi?
Semula saya pun berpikir tidak jauh berbeda. Saya kira cinta artinya
menemukan orang sesuai kriteria. Kriteria yang dibentuk dari harapan dan kecemasan.
Tapi ada satu titik dimana saya pikir cinta hanyalah kerelaan jangka panjang pada
penerimaan dan pemakluman. Hingga pemahaman saya menjadi, cinta adalah keberanian
menanggalkan kriteria. (Sudah pasti pemahaman ini pun akan terus berubah-ubah)
Sejalan dengan Lacan, katanya meskipun cinta artinya mengakui bahwa kita kekurangan dan ada korelasi (entah mengingatkan, entah perasaan
yang serupa) antara kekurangan yang kita miliki dengan orang yang kita cintai tapi
tidak berarti objek cinta harus sebagai solusi permasalahan kita. Sehingga
mereka tidak perlu kita bebani dengan tanggung jawab tak kasat mata dari daftar
kriteria.
Lalu, lalu, Demi terlepas dari perasaan keterpisahaan, cinta membuat kita
menyampirkan hal-hal yang biasanya dipermasalahkan. Mencintai berarti
melepaskan jaket tebal ego dan memakaikannya pada orang lain. Menanggung dingin
demi menghangatkan. Tapi bisa jadi ego
yang ditanggalkan adalah bentuk ego lain yang sedang dimenangkan. Toh
membahagiakan orang lain atas dasar cinta bermuara pada kebahagiaan sendiri.
Ujung-ujungnya kita hanya sedang berputar-putar untuk membahagiakan diri
sendiri. Bedanya, kebahagiaan yang ini bergantung pada orang lain. Membutuhkan objek.
Ada banyak jenis cinta, ada banyak faktor yang membuat cinta tidak bisa
murni dengan perasaannya sendiri. Kecemasan, rasa aman, harapan, materi,
prestise dan sebagainya. Silakan saja memetakan cinta mana yang kita punya.
Apakah cinta ala surgawi versi Socrates atau cinta pelapis tipis dorongan
seksual versi Freud? Silakan, silakan.
Tetap saja saya manut pada
pernyataan Bapak Fromm bahwa cinta adalah jawaban dari setiap permasalahan
manusia. Saya tentu ridho kalau otak saya memproduksi dopamine dan serotonin banyak-banyak haha.
0 comments:
Post a Comment
What do you think?