In Thought

[Review] Entrok: Politik, Feminisme, dan Kasih Ibu.


Novel Entrok memiliki atmosfer yang tidak jauh berbeda dengan novel  Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Tapi kadangkala tokoh Marni juga mengingatkan saya dengan tokoh Nyai Ontosoroh pada buku Pram.  Isu tentara versus PKI melatari sebagaian besar cerita. Seperti  pada semua novelnya, Okky Madasari selalu memberi ketegangan yang tidak pernah habis. Ketegangan bahkan sudah dibangun sejak halaman pertama. Epilog di awal novel sudah memberitahu bahwa kisah-kisah seperti ini bukan persoalan happy ending atau tidak, persis seperti Ronggeng Dukuh Paruk.

Tapi Entrok bukan hanya tentang wanita yang tengah berjuang pada era 70an. Entrok adalah cerita tentang cinta dan perjuangan seorang ibu untuk anak perempuannya. Tentang Rahayu yang membenci ibunya.

Aku membenci Ibu. Dia orang berdosa.

Tentang berbagai tirakat ibu untuk anaknya yang membuat dirinya justru dilabeli musyrik, seorang pendosa.

Ealah…Nduk, Sekolah kok malah membuatmu tidak menjadi manusia. (Hal 125)

Marni hanya ingin anaknya sarjana agar kelak bisa bekerja di pabrik gula dan hidup tentram. Marni yang dulu perlu menjadi kuli demi sebuah entrok; bra tidak pernah dikenalkan tentang Gusti Allah. Sementara Rahayu, anak Marni, tidak pernah paham mengapa Ibunya yang buta huruf masih menyembah leluhur  dan menyediakan sesajen demi keselamatan.

Ketidakenalan Marni pada Tuhan yang diimani anaknya, menciptakan benteng tinggi yang membuat mereka terpisah. Raga dan jiwa.

Kita sama, Koh. Sendiri dan sepi di tengah orang-orang yang mencaci maki. Mereka bilang aku pencari pesugihan dan lintah darat. Orang-orang itu bilang kamu pemuja naga yang tak beragama. Katanya kamu pelanggar aturan negara. Kita sama-sama terhukum, Koh. (Hal 188)

Rahayu, Mahasiswi  yang telah meninggalkan jauh hidupnya (ibunya), justru harus mengalami kejadian yang membuatnya tidak memiliki tempat kecuali ke rengkuhan Ibu, Marni. Walau berbeda, keduanya sama-sama menjadi korban penguasa, keduanya sama-sama berjuang, keduanya sama-sama telah kalah.

Surat itu tiba. Surat pemecetan dari rektorat. Amri dipecat sebagai dosen. Aku, Iman, dan Arini dikeluarkan sebagai mahasiswa… Kami orang-orang kalah. (Hal 161)

Entrok adalah cinta seorang ibu kepada anaknya. Cinta anak kepada ibunya. Cinta penguasa kepada dirinya sendiri.


0 comments:

Post a Comment

What do you think?