In Memories

Perjalanan Menuju Rumah


Life is, after all, a continuum of moments

Saat pertama kali ia mengakui perasaannya padamu. Kamu tahu sekeras apa pun kamu mencoba, kamu tak bisa menyembunyikan senyum. Ia menyayangimu. Itulah yang kamu dengar, itulah yang kembali kamu ucapkan pada dirimu sendiri berkali-kali seolah kamu akan melupakannya jika tidak begitu. Kamu merasa hangat kemudian kebanjiran dopamin. Kamu yang tak terbiasa tidur malam, kini rela begadang demi mendengar suaranya lebih lama. 

Kamu bahkan bertanya-tanya, apakah manusia bisa meledak jika terlalu gembira?

Kamu menanti dan menikmati setiap waktu yang kamu habiskan bersama, berdua. 
Kegembiraan lalu menjelma menjadi kenyamanan. Oksitosin sedikit demi sedikit menggantikan dosis dopamin dalam tubuhmu. Rasa aman dan nyaman membuatmu tak pernah merasa sendirian. Hubunganmu bagai rumah yang selalu berpenghuni. Cahaya lampu menyala dan riuh sendok beradu dengan piring tak pernah alpa.

Semuanya berjalan perlahan dan indah.


Saat kembali ia mengakui perasaannya padamu. Kamu tahu sekeras apa pun kamu mencoba, kamu tak bisa tak merasakan luka. Ia ingin berhenti bersamamu. Itulah yang kamu dengar, itulah yang kamu ucapkan pada dirimu sendiri berkali-kali hanya untuk membuatmu lupa bahwa ia pernah menyayangimu. Kamu merasa asam lambungmu naik seketika dan air matamu tak berhenti turun. Kamu heran bagaimana kepalamu bisa begitu berat, tapi sekuat apa pun kamu memejamkan mata, sulit untukmu tertidur. Kamu ingin meyakini bahwa kebersamaan kalian telah berhenti tapi ingatanmu usil memainkan rekaman yang menyenangkan. Mengapa semuanya berjalan perlahan dan indah? Bukan, mengapa semua yang berjalan perlahan dan indah perlu berakhir? Banyak yang tak kamu mengerti. Banyak yang tak ingin kamu mengerti. 

Kamu bertanya-tanya, bagian mana yang salah, bagian mana yang masih bisa diperbaiki?

Kamu mengetuk, mencoba masuk, tapi telah kehilangan kunci. Akhirnya kamu menyadari bahwa rumah itu sudah tak lagi berpenghuni. Gelap dan sepi.

Saat pertama kali kamu menyusuri jalan itu sendiri, kamu merasa ragu dan ingin kembali. Tapi, kamu tahu kamu hanya perlu berjalan maju.  Dari pengalamanmu, ada hal-hal yang perlu kamu lepas dan tinggalkan, tapi ada yang perlu selalu ada di dalam kopermu. Maka dengan rapi kamu mengepak segala kriteria yang akan kamu bawa ke mana pun. Tidak lebih, tidak kurang. Beberapa kali kakimu terantuk, kamu terjatuh, tapi kamu selalu tahu caranya berdiri kembali. Kamu melihat kerikil, pohon, hingga langit yang bagai layar raksasa menaungi langkahmu. 

Kamu tahu kamu hanya perlu berjalan maju untuk kembali menemukan rumahmu.



photo credit: returnsofkings

The good news is that worst day can turn into the best day of your life. 

0 comments:

Post a Comment

What do you think?