In Thought

Tukang Bully



Kamu datang ke kamarku sambil mengomel. Sebabnya, sebuah postingan di media sosial. Katamu, banyak orang jahat yang bisa kejam mengomentari orang lain. "Kenapa susah sekali menahan mulut."

Kubilang, biasanya mereka yang banyak komentar tentang fisik, begitu peduli sama fisik mereka sendiri.  Barangkali itu proyeksi. Kamu nggak terima. "Kalau dia punya hati, harusnya dia gak setega itu ngebully orang lain." Menurutmu, itu gak bisa dijadikan alasan. Ketidakpuasan terhadap diri kenapa dilimpahkan pada orang lain.

Tenang-tenang, kataku sambil membetulkan jilbab.

Kamu duduk di pinggir tempat tidur, tetap bicara dengan kesal. "Mereka yang jerawatan udah sadar kalau mereka jerawatan, what is the point of saying 'muka lo jerawatan banget', nyebelin kan."

Aku mengangguk. Jarum pentulku hilang lagi. Aku sering heran ke mana perginya berkotak-kotak jarum pentul, si kecil itu bisa lenyap begitu saja. Kulihat ada satu di bawah kakimu, jadi aku menyuruh kamu mengangkat kaki dan kamu pun memilih tiduran sekalian di tempat tidur.

Di depan tempat tidur ada kaca kecil yang menggantung. Kamu melihatnya dan mulai buka mulut lagi. "Eh eh," katamu, "Gw kok gendut banget yah." Kataku kamu berlebihan. Menurutku kamu memang tidak gendut tapi tidak kurus, itu ideal namanya.

Tapi kamu bilang ucapanku hanya pemanis saja. Aku sih tidak memaksa. Lebih baik aku pikirkan matang-matang lip cream apa yang akan kugunakan. Aku tak terlalu suka warna cokelat tapi entah kenapa aku merasa wajahku lebih baik dengan warna tersebut.

"Gw mau diet ajalah, tembem banget sih ini mah. Lo liat gak sih lengan gw? Gede banget loh." Aku lihat sebentar sebelum akhirnya memoles lip cream, kusempatkan bilang "Biasa aja ah"

Kamu melihat lenganmu dengan sebal, cirinya mulutmu mengerut. "Kemarin gw pake baju yang modelnya sama kaya baju lo itu. Di gw tuh jadi jelek gitu loh. Kayak ibu-ibu. Gara-gara lengan gw ini gede banget."

Saat itu, aku sih gak keberatan mendengar lebih banyak keluhan soal lengan, tapi kayaknya harus dihentikan kalau gak aku bisa terlambat pergi. Jadi aku selesaikan dulu soal lip cream di bibir ini sebelum akhirnya berpaling padamu.

"Dibandingkan semua netizen kejam yang bisa ngehina orang lain yang gak dikenal, lebih kejam mereka yang udah kenal baik sama diri sendiri tapi masih sering mencela diri mereka sendiri."

Kenapa orang bisa begitu simpati sama orang lain tapi jahat sama diri sendiri?

Kamu bilang kamu gak ngerti aku ngomong apa, tapi aku yakin sebenarnya kamu mengerti soalnya setelah itu kamu diam saja.


0 comments:

Post a Comment

What do you think?