Menghitung hari detik demi detikmenunggu itu menjemukan
ini permintaannya. dan aku tidak pernah bisa menolaknya, apapun itu.
Tapi ku sabar menanti jawabmuJawab cintamu,,,
Suara Fariz melembut. indah.seperti biasa.
Pandangannya terpaku pada satu arah, pada satu meja, pada satu wanita, Kania.
Yang aku minta tulus hatimuBukan pura pura,,,
Kania duduk tepat di kursi berhadapan dengan panggung mini ini, tepat di depat kami.
Senyumnya mengembang, pandangannya persis seperti Fariz, satu arah, arah yang saling berbalas.
aku memperhatikan tuts dihadapanku baik baik, memainkannya sesempurna mungkinberusaha mengimbangi Fariz yang sepenuh hati.
Biar semua tahu adanyaDirimu memang punyaku
iyah, Fariz dan Kania memang saling memiliki, saling mempunyai.jangan samakan denganku. ah jauh.
ada kilau terefleksi dari mata Kania, air matanya mungkin akan terjatuh sebentar lagi.luluhlah sudah hati lembutnya pada Fariz
ada tetes yang membasahi tuts putih hitamku
Faris meliriku sebentar, hanya untuk memamerkan senyumnya yang kian mengembang.berhasil rencana kita, rencananya.
Kania berdiri, melangkah menuju panggung, menghampiri Fariz yang langsung disambutnya dengan pelukan, diiringi riuh tepuk tangan pengunjung lain.
aku pergi
tanpa satupun yang menyadari, tidak ada lagi iringan piano yang melatari pasangan baru itu.
menghitung hari -anda
*ditulis dengan tidak sabaran di sela sela istirahat kantor*
0 comments:
Post a Comment
What do you think?