In Thought

Malam di Taman

Di Cikarang ada sebuah taman yang sebetulnya tidak bisa disebut taman karena letaknya tepat di tengah jalan raya yang memisahkan antara jalan Kasuari dan Kedasih. Dulu sekali taman mungil yang membentang sepanjang jalan ini dipenuhi oleh pohon Kayu Putih. Lalu entah bagaimana mulanya, tiba-tiba bermunculan pasangan yang menghabiskan malam di antara pohon. Demi mencegah terjadinya hal yang tidak pantas, maka yang berwenang menebang seluruh pohon Kayu Putih. Taman hanya dipenuhi rumput pendek berwarna hijau. Di luar sangkaan, kini tiap malam, jumlah pasangan dan orang-orang yang menghabiskan malam, bahkan menggelar tikar segala menjadi lebih banyak. Dampaknya, tiap pagi puluhan sampah meruah sampai ke jalan-jalan.

Saya termasuk satu diantara banyak orang yang rewel tentang banyaknya orang dan pasangan kekasih yang menghabiskan malam di taman tersebut. Alasan utamanya karena pada pagi harinya, sepanjang jalan mata saya hanya akan menemukan berbagai jenis sampah. Apa enaknya menghabiskan malam di tengah jalan raya dengan pemandangan mobil lalu lalang? Apa enaknya makan bercampur polusi sambil dikibuli pacar yang bahkan tidak bisa mengajarkan cara membuang sampah dengan benar?

Lalu suatu sore menjelang malam, sepulang kerja saya melihat orang tua yang membawa anaknya duduk di salah satu sudut taman (yang sebetulnya bukan taman) beralaskan tikar dan berseda gurau entah sambil menyantap apa. Mengapa mereka sampai perlu bersantai disana? Bagaimana jika sang anak berlarian sampai ke tengah jalan? Tapi semakin dekat,  saya melihat semuanya sedang tertawa. Mungkinkah ada kesenangan yang mereka dapatkan dari sekedar duduk-duduk di taman (yang sebetulnya bukan taman)? Udara malam, keramaian, hijau rumput, suara klakson dan deru kendaraan yang bersahut-sahutan atau apapun selain kotak beratap yang barangkali belum dapat memuaskan kebutuhan hiburan si kecil. 

Barangkali tumpukan sampah sisa makanan esok hari memberi kegembiraan tersendiri bagi para pengumpul sampah plastik.  Barangkali kumpulan orang yang menghabiskan malam di taman menawarkan berlembar rupiah bagi para pedagang makanan dadakan yang hanya ramai tiap malam. Barangkali tidak ada uang yang cukup untuk pergi ke tempat yang lebih layak (atau memang definisi layak tiap orang berbeda). Barangkali saya tetap rewel jika setiap pagi masih melihat banyak sampah di jalanan dan tiap malam menghadapi kemacetan lantaran orang-orang yang parkir motor sembarangan demi menghabiskan malam di taman. Tapi rewel dan keinginan keras untuk mengusir para pengunjung taman tidak disertai pengganti kebahagian kecil yang dapat mereka miliki dari sekedar berbicang dengan orang terkasih di taman. Barangkali sudah saatnya saya belajar memaklumi, bahkan meskipun saya belum bisa benar-benar memahami.

2 comments:

  1. Swastya12/09/2015

    Katanya sih kita perlu terlibat langsung untuk bisa lebih memahami.
    Mungkin perlu sekali dua kali mencoba duduk-duduk di taman yang sebenernya bukan taman untuk tahu kebahagian apa yang mereka dapatkan, tanpa harus buang sampah sembarangan tentunya.

    ps: kalo butuh temen bisa ajak2lah. Hhehehhe

    ReplyDelete
  2. haha tyaa semoga kamu tidak serius :]]

    ReplyDelete

What do you think?