In Fiction

Masak Apa Hari Ini?

Seperti pagi yang sudah-sudah, dia bangun tepat pukul 4.00 pada dering alarm pertama. Meneguk segelas air putih, lalu menuju kamar mandi. Dalam lima belas menit, dia akan keluar, mengambil mukena lalu mendirikan beberapa rakaat.

Rutinitas ibarat remot kendali yang membuatnya bisa terus bergerak tanpa berpikir banyak. Sistem satu: cepat dan otomatis. Meskipun pada praktiknya, tentu saja dia tetap berpikir setiap hari. Dan pikiran yang paling sering muncul adalah: 

Masak apa hari ini?

Menentukan menu masakan harian tak bisa dipandang sebelah mata. Sebab, kamu harus mempertimbangkan kesediaan bahan di kulkas dengan selera seisi rumah. Ada kalanya dia menolak memasak jenis masakan tertentu saat bumbu yang diperlukan tak lengkap, ada kalanya dia berkompromi dengan diri sendiri.

Itu baru permulaan. Menentukan menu masakan dan mengeksekusinya hingga mengepul di meja makan adalah dua hal yang berbeda. Usia pernikahan yang baru seumur jagung membuatnya merasa sebagai pemula urusan dapur. Kini, dia memang sudah tahu bahwa bawang putih dan bawang merah tak harus selalu digunakan bersama, tapi pengetahuan sebatas itu tentu saja tak cukup.

Untuk itu, dia menghabiskan beberapa menit menonton tutorial masak di YouTube sebelum tidur. Sambil berharap dengan begitu, saat bangun nanti dia tak ragu memilih sayur yang akan masuk ke dalam kuali. 

Satu sendok garam, satu sendok kaldu jamur, delapan siung bawang merah, dua siung bawang putih, satu ruas jahe, lima ruas kunyit, dua batang serai, dua helai daun salam, lima helai daun jeruk, lada bubuk...sampai terlelap

Tak jarang, dia lupa memakai kemiri dan menyesalinya berkali-kali. 

"Kalau pakai kemiri pasti lebih enak deh"

"Ini juga enak kok"

"Tapi kayak ada yang kurang"

Tak peduli bagaimana sang suami meyakinkannya, dia tetap tak terima. Sebab, satu-satunya yang kurang adalah kepercayaan dirinya.

Practice makes perfect. Tapi masih perlu ratusan hari lagi untuk membuatnya merasa terampil. Meski, tak semua hari adalah hari yang buruk. Satu atau dua hari dalam seminggu, dia bisa merasa cukup puas dengan masakannya. Jika sudah begitu, satu atau dua minggu ke depan, menu serupa akan terulang sampai terasa bosan dan membuatnya harus berpikir kombinasi baru, cita rasa baru, resep baru. 

Pada titik ini, proses yang tak kalah memakan waktu adalah saat berbelanja. Bagaimana caranya agar semua menu dalam seminggu -yang belum terpikirkan- dapat dibuat dengan bahan-bahan dalam satu kali belanja. Sambil merapal bahan yang mungkin diperlukan, kepalanya juga tak berhenti menghitung dana yang tersedia.

Oh, bertapa urusan perut ini menguras banyak pikirannya. 

Hingga pada suatu pagi, dia merasa tak berselera menyalakan kompor. Usai melipat sajadah, dia kembali ke atas tempat tidur. Menarik selimutnya dan memejamkan mata.

Dalam tidurnya, ia menakar-nakar, berapa buah cabai yang harus ia rajang. 

0 comments:

Post a Comment

What do you think?