Kali ini saya ingin menceritakan secara singkat pengalaman
membaca trilogi Si Parasit Lajang-Cerita Cinta Enrico-Pengakuan Eks Parasit
Lajang.
Si Parasit Lajang dan Pengakuan Eks Parasit Lajang adalah
buku sebab-akibat terhadap sistem buatan yang dimiliki tokoh A. Bergaris besar
pada permasalahan seksualitas dan spiritualitas yang menemukan ketidakadilan
(menurut tokoh A). Nilai-nilai dan kisah
dibalik terbentuknya nilai. Nilai yang
melekat pada: keperawanan, perawan tua, pernikahan dan hal lainnya. Dimana
mayoritas nilai yang digugat, terasa menyudutkan pihak perempuan. Hingga reaksi
Tokoh A seperti proses pembuktian pada si pembuat nilai: adat, stigma
masyarakat dan hukum yang patriatkal itu.
"jika kamu takut sesuatu, sesuatu itu harus diperjelas. Sesuatu itu harus dihadapi." (Ibu kepada Tokoh A)
Sementara buku Cerita
Cinta Enrico adalah kisah utuh milik Rik, si
lelaki terakhir. Saya selalu menilai A sebagai pribadi yang manis (dan
usil). Dan buku Cerita Cinta Enrico adalah salah satu buktinya. Menurut saya
sangat manis ketika A menjadi Rik dengan hidupnya semasa kecil hingga akhirnya
bertemu dengan tokoh A. Hingga ketika
membaca buku selanjutnya; Pengakuan Eks Parasit Lajang, Rik yang telah memiliki
kisahnya sendiri, sudah menjadi Subjek baru yang utuh. Ada pula tokoh Nik si lelaki pertama yang juga berperan dalam hidup tokoh A.
Konsep kesalahan ontologis (dan bukan persoalan perasaan)
yang dijadikan tokoh A sebagai pedoman menggambil keputusan hingga
menyampingkan ego Rik pun terasa usil (dan lucu bagi saya) walau tokoh A tidak bermaksud demikian.
Pengakuan Eks Parasit Lajang ditutup dengan kalimat Nik
untuk tokoh A ketika tokoh A mengenalkan Rik padanya. Kalimat yang kini dikenang sepasang
kekasih itu ketika si lelaki pertama
akhirnya berpulang.
“Sudah cukup, ya. Yayang jangan nakal-nakal lagi.” untuk si anak
nakal yang kini telah melakukan sakramen pernikahan.
0 comments:
Post a Comment
What do you think?