Aku datang dengan pikiran naif: semua masalah akan selesai hari itu. Tak ada lagi dendam, amarah yang dipendam, dan aku akan menjadi super percaya diri.
Image source: Nadezhda Moryak/pexels.com
Seperti pagi yang sudah-sudah, dia bangun tepat pukul 4.00 pada dering alarm pertama. Meneguk segelas air putih, lalu menuju kamar mandi. Dalam lima belas menit, dia akan keluar, mengambil mukena lalu mendirikan beberapa rakaat.
Rutinitas ibarat remot kendali yang membuatnya bisa terus bergerak tanpa berpikir banyak. Sistem satu: cepat dan otomatis. Meskipun pada praktiknya, tentu saja dia tetap berpikir setiap hari. Dan pikiran yang paling sering muncul adalah:
Masak apa hari ini?
Menentukan menu masakan harian tak bisa dipandang sebelah mata. Sebab, kamu harus mempertimbangkan kesediaan bahan di kulkas dengan selera seisi rumah. Ada kalanya dia menolak memasak jenis masakan tertentu saat bumbu yang diperlukan tak lengkap, ada kalanya dia berkompromi dengan diri sendiri.
Itu baru permulaan. Menentukan menu masakan dan mengeksekusinya hingga mengepul di meja makan adalah dua hal yang berbeda. Usia pernikahan yang baru seumur jagung membuatnya merasa sebagai pemula urusan dapur. Kini, dia memang sudah tahu bahwa bawang putih dan bawang merah tak harus selalu digunakan bersama, tapi pengetahuan sebatas itu tentu saja tak cukup.
Untuk itu, dia menghabiskan beberapa menit menonton tutorial masak di YouTube sebelum tidur. Sambil berharap dengan begitu, saat bangun nanti dia tak ragu memilih sayur yang akan masuk ke dalam kuali.
Satu sendok garam, satu sendok kaldu jamur, delapan siung bawang merah, dua siung bawang putih, satu ruas jahe, lima ruas kunyit, dua batang serai, dua helai daun salam, lima helai daun jeruk, lada bubuk...sampai terlelap
Tak jarang, dia lupa memakai kemiri dan menyesalinya berkali-kali.
"Kalau pakai kemiri pasti lebih enak deh"
"Ini juga enak kok"
"Tapi kayak ada yang kurang"
Tak peduli bagaimana sang suami meyakinkannya, dia tetap tak terima. Sebab, satu-satunya yang kurang adalah kepercayaan dirinya.
Practice makes perfect. Tapi masih perlu ratusan hari lagi untuk membuatnya merasa terampil. Meski, tak semua hari adalah hari yang buruk. Satu atau dua hari dalam seminggu, dia bisa merasa cukup puas dengan masakannya. Jika sudah begitu, satu atau dua minggu ke depan, menu serupa akan terulang sampai terasa bosan dan membuatnya harus berpikir kombinasi baru, cita rasa baru, resep baru.
Pada titik ini, proses yang tak kalah memakan waktu adalah saat berbelanja. Bagaimana caranya agar semua menu dalam seminggu -yang belum terpikirkan- dapat dibuat dengan bahan-bahan dalam satu kali belanja. Sambil merapal bahan yang mungkin diperlukan, kepalanya juga tak berhenti menghitung dana yang tersedia.
Oh, bertapa urusan perut ini menguras banyak pikirannya.
Hingga pada suatu pagi, dia merasa tak berselera menyalakan kompor. Usai melipat sajadah, dia kembali ke atas tempat tidur. Menarik selimutnya dan memejamkan mata.
Dalam tidurnya, ia menakar-nakar, berapa buah cabai yang harus ia rajang.
Saat bertemu orang yang tepat, kamu akan menyadari bahwa bukan karakteristik positif yang ia punya yang membuatmu suka, melainkan perasaan terhadap dirimu sendiri saat kamu sedang bersamanya.
Apakah kamu merasa cukup? Menyukai dirimu sendiri? Bisa menjadi apa adanya tanpa merasa dituntut?
Kalau iya, selamat! Sebab, bisa jadi dia memang orang yang tepat.
Namun, hal tersebut tak selalu bisa langsung terwujud dalam satu dua kali perjumpaan. Bisa saja sekarang, kamu menjawab tidak untuk semua pertanyaan di atas, namun bukan berarti kamu harus segera mengakhiri hubungan dan mencari kembali.
Sebab, kamu dan dia, mungkin perlu belajar dan bertumbuh lebih lama lagi. Belajar mengenal dan menerima diri masing-masing dan memanusiakan satu sama lain.
Kalau sekarang merasa belum tepat, bisa jadi satu atau dua tahun lagi berbeda.
Tapi, jangan lupa dengarkan kata hati. kalau rasanya hidupmu selalu tidak nyaman atau bahkan ketakutan, kamu selalu punya pilihan untuk melepaskan.
Ada manusia baik yang tak tahu cara mengeksperiksan emosi, mereka bisa menjadi marah saat sedih dan takut, tak tahu cara menunjukan sayang sehingga terasa tak perhatian.
Kamu punya pilihan untuk memberikan kesempatan.
Ada manusia baik yang tak tahu cara mengekspresikan emosi, mereka bisa menjadi marah saat sedih dan takut lalu melampiaskan menjadi satu dua makian sesekali pukulan.
Kamu pasti tahu harus apa. Jangan menetapkan standar terlalu rendah hanya karena tak mau sendiri.
Selamat mencari, selamat menemukan!